Entri Populer

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

29 Oktober, 2013

Sajak : Qurrota “A”Yun 2

Ilustrasi (sumber foto)


Pipimu memang tak se merona khumaira
Gadis yang telah dipinang semasih belia
Tapi bagiku engkau adalah Qurrota ‘A’yun
Cahaya mata yang selalu menyinari sukma
Itu bagiku dan tak akan pernah purba.

Tenang saja…
Aku tak sejantan dan setangguh Sang Penyelamat
Hingga aku juga harus meminangmu sebelum
Tamu pertamamu bertandang tanpa diundang.

Tenang saja..
Aku tak kan pernah menempelkan kulitku
Diatas kulitmu seperti yang engkau seru
Sebelum para tamu datang bertandang memberi restu

Tenang saja…
Aku masih dan tak kan pernah sangsi
Bahwa engkau adalah tajalli hakiki Ilahi
Yang dengan rahimNya dalam rahimmu engkau mencintai

Nasehati aku…
Saat aku mulai resah dan gelisah
Jiwa ini terombang-ambing kehilangan arah
Karena saat itu aku seperti kaum Nabi Musa di Tursina

Lempari aku…
Saat aku mulai aneh dan kurang ajar
Menyebar fitnah, ulah, hasut dan onar
Karena saat itu aku seperti iblis yang manggoda  Siti Hajar

Tapi tenang saja…
Itu takkan pernah terjadi
Karena Aku masih dan tak kan pernah sangsi
Bahwa engkau adalah tajalli hakiki Ilahi
Yang dengan rahimNya dalam rahimmu engkau mencintai

Menyatulah selalu denganku..
Kan kubiarkan engkau damparkan wajahmu
Diatas serpihan tulang rusukku
Karena angkau adalah separuh jiwaku,
Qurrota ‘A’yun, Cahaya mata yang hilang dahulu
Hingga dipadang arafah kita kembali bertemu.


Tamalanrea, 7 Januari 2008, pukul 23:46
Dalam jiwa merindu
Hasrat ingin bertemu, bersatu dan menjadi

Sajak : Qurrota “A”Yun 1

Ilustrasi (sumber foto)

Ya khumairo……
Sapaan yang manja nan penuh kasih
Sang Penyelamat padanya
Pipinya yang kemerahan pun semakin merona
Cahaya keindahanpun semakin berlapis-lapis
Terpancar dari wajanya...
Ia memang cahaya mata Sang Penyemat

Masih adakah Qurrota”a”yun sepertimu
Aku pasti menemukanmu....


Tamalanrea, 22 November 2007
Pukul 19:13
Dalam optimisme

17 Oktober, 2013

MISS EARTH: BUMI AKAN DISELAMATKAN OLEH SEORANG PUTRI CANTIK..?


Ilustrasi


Saya masih tidak habis fikir, ternyata ada segelintir penduduk bumi ini yang berfikir bahwa solusi akan rusaknya bumi ini adalah dengan menghadirkan seorang perempuan seksi dan cantik. Saya mencoba untuk melihat dari berbagai perspektif, tapi tak satupun menemukan jawaban rasional.  Justru saya semakin geli melihatnya, bumi ini seolah disogok dengan seorang perempuan cantik yang berjalan lenggok diatas punggungnya.

Dengan melihat ini sebagai agenda industrialisasi dan kampanye kapitalisme adalah sangat tepat.  Sama halnya dengan pemilihan Miss World dan Miss Universe, pemilihan Miss Earth Indonesia 2013 adalah modus yang sama untuk melanggengkan kapitalisme mengangkangi  kepala kita.  Event-event seperti ini sekaligus menjawab pertanyaan para pemerhati sosial mengapa kapitalisme tidak kunjung runtuh seperti yang diramalkan oleh kaun Marxian.  Kapitalisme memiliki ribuan cara yang kreatif untuk meninabobokan kita dan membuat kita hanyut dalam buaiannya.

Lantas mengapa harus dengan Miss Earth..??

Rupa-rupanya, kemolekan tubuh wanita masih menjadi media yang sangat baik untuk mempromosikan produk-produk kapitalisme.  Industri kain, kosmetik dan produk kesehatan, produk perawatan rambut dan kulit serta perhiasan sangat cocok melekat diatas tubuh wanita yang molek itu.  Suaranya yang lembut dan sorot matanya yang memukau memiliki daya tarik tersendri  saat menyuarakan ajakan kapitalisme.  Pada akhirnya, Miss Earth mampu membentuk image dan streotipe perempuan yang terlihat sempurna yang harus ditiru.  Sungguh pembodohan dan kebohongan yang terkamuflase dengan apik.

Bagi saya, event Miss Earth adalah penghinaan terhadap orang-orang yang selama ini dengan tulus dan mendedikasikan dirinya untuk perbaikan lingkungan hidup.  Mereka tak pernah punya kepentingan untuk disorot kamera dan terpublish sebagai penyelamat bumi.  Mereka hanya di dorong oleh ketulusan untuk melihat bumi ini terus asri dan lestari.

Atas dasar apa perempuan Miss Earth itu terpilih sebagai duta bumi kita..?? Siapa pula yang melegetimasi mereka untuk mewakili bumi kita..?  Apa yang telah mereka lakukan selama ini untuk penyelamatan bumi kita..?  Prestasi apa yang telah mereka raih hingga layak mendapatkan prestise sebagai duta bumi..?

Justru para putri cantik itu hanya memperebutkan status Miss Earth hingga merasa pantas mengenakan mahkota seharga 250 juta diatas kepalanya. Sungguh sebuah kebohongan yang mangatasnamakan misi penyelamatan bumi.

Solusi atas persoalan bumi kita, lingkungan hidup kita saat ini bukan dengan parade glamour yang penuh hura-hura.  Bumi kita membutuhkan sentuhan langsung dari tangan-tangan tulus untuk menjaga sumber mata air tetap mengalir dari gunung ke lembah-lembah, tangan tulus yang senantiasa merawat pohon tetap memiliki daun hijau dan lebat, tangan tulus yang terus menjaga langit tetap biru dan burung-burung tetap berkicau indah ditengah derai angin sepoi-sepoi yang menyegarkan.

Saya tak pernah percaya event Miss Earth membawa misi tulus untuk penyelamatan bumi.  Bagi saya, event itu hanyalah topeng dari para penumpang gelap (free rider) yang mengambil keuntungan dari isu penyelamatan bumi.  Sementara tangan-tangan tak kelihatan (invisible hands) kapitalisme mereka mencengkram kuat dan menjajakan aneka produk industri.

Tolak Event Miss Earth..!!

Mari selamatkan bumi kita, termasuk dari para penumpang gelap (free rider) kapitalisme.

Seusai menonton pemilihan Miss Earth Indonesia 2013 di Kompas TV
Bogor, 17 Oktober 2013
Pukul 21.10 WIB

14 Oktober, 2013

IDUL ADHA DAN DENTUMAN KESADARAN


Ilustrasi


Malam ini, menjelang Hari Raya Idul Adha, saya duduk terdiam setelah menunaikan shalat Isya.  Ada perasaan yang luar biasa yang mengisi penuh rongga dada.  Nafas ini naik turun mengikuti suara takbir yang sayup-sayup terdengar.  Sejenak saya khusyuk dalam kesadaran imanen yang sulit utuk saya rasionalkan. Gemericik air hujan yang tak deras menambah pekatnya perasaan itu.

Mungkin saya terbawa suasana saja.  Suasana sepi tanpa sanak keluarga dan kerabat di sisi saat menjelang hari raya Idul Adha.  Setahun silam memang saya merayakannya di rumah kost ini.  Hanya saja,terasa lebih ramai dan riang karena bersama kawan-kawan sekost-seperjuangan.  Namun mereka beberapa hari yang lalu memutuskan untuk pulang kampung, Makassar.  Mereka berhari raya disana.

Mungkin keceriaan dan aura spritualitas hari raya yang selama ini saya rasakan tidak semata berangkat dari kedalaman menghayati makna kemenangan hari raya.  Mungkin lebih dipicu oleh tradisi yang mengiringi menjelang dan saat hari raya tiba.

Di kampung saya di Buton, seperti halnya kampung-kampung lain, memiliki cara tersendiri untuk merayakan hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha).  Selain kumandang takbir, tahmid dan tahlil yang menggema, berbagai hal juga dipersiapkan.  Mulai dari aneka panganan dan masakan khas, minuman segar dan manis serta aneka macam gula-gula.  Semua nampak semakin  tertata rapi dan indah diatas meja karena dihiasi garnis indah.  Yammy.,sungguh sajian itu menggugah selera.

Tak hanya itu, semua nampak terkesan baru.  Rumah tertata dengan desain perabot baru, cat dinding terlihat baru, di jendela nampak tergantung korden baru, vas yang berisi bunga indahpun menghiasi sudut rumah.  Tak hanya itu, semua juga mengenakan pakaian serba baru. Sebetulnya tak ada yang baru, namun rumah ditata dengan cara yang berbeda saja. 

Tak hanya itu, hari raya juga baik Idul Fitri maupun Idul Adha mampu menggerakkan hampir semua penduduk kota untuk berpindah pulang kampung ke desa lalu kembali lagi ke kota hanya dalam kurun waktu beberapa hari.  Hari raya seolah identik dengan panggilan untuk pulang kampung, sehingga tidak absah rasanya merayakan hari raya jika tidak berkumpul dengan sanak saudara di tanah kampung tercinta.

Mungkin begitulah sebagian besar dari kita merayakan dan memaknai kemenangan di hari raya.  Namun idul adha kali ini saya jauh dari suasana itu.  Saya hanya duduk terdiam setelah shalat Isya. Nafas ini naik turun mengikuti suara takbir yang sayup-sayup terdengar.  Khusyu itu makin pekat terasa, saat gemericik air hujan yang tak deras ikut memecah kesunyian malam.


DENTUMAN KESADARAN

Lantas, apakah segala keceriaan dan kemeriahan di hari raya adalah salah.  Menurut saya tidak salah.  Semua yang kita lakukan itu adalah bagian dari tradisi yang telah lama hidup berdenyut dari semangat ke-Islaman.  Islam mampu beradaptasi dengan baik ditengah heterogenitas kebudayaan kita.  Islam mampu memberikan nyawa disetiap denyut nadi dan nafas kebudayaan kita.  Seiring waktu, kebudayaan kita telah ter-Islamkan dengan cara yang unik dan indah.

Namun bukan berarti itu semua berjalan tanpa adanya kesadaran.  Apa yang kita lihat dan saksikan hari ini adalah akumulasi dan asosiasi.  Akumulasi dari kesadaran religiusitas yang transenden dan kesadaran kultural yang terekspresi pada setiap interaksi sosial kita.  Kedua kesadaran itu lalu berasosiasi membentuk kesadaran kita hari ini.  

Disitulah hebatnya manusia dan kebudayaannya.  Tak seperti makhluk lain, manusia mampu meng-create kesadarannya dalam berbagai bentuk dan simbol.  Kesadaran itulah yang terbentuk juga sekaligus membentuk makna-makna kehidupan. Lalu makna makna-makna itu bersemayam sebagai nyawa dalam setiap simbol kebudayaan.  Pada akhirnya, kehidupan adalah lingkaran kesadaran.

Begitu pula dengan hari raya. Hari raya adalah bagian dari dentuman kesadaran itu.  Pada hari raya, sangat nampak terasa pertautan indah antara tradisi dengan semangat ke-Islaman.  Tradisi itu seolah secara otomatis menemukan landasan transendentalnya sehingga kita terdorong untuk selalu mengulangi dan mempertahankannya.

Lantas kesadaran apakah itu...??

Saya juga susah untuk menjelaskan itu. Namun, bila saat menelusurinya dalam keheningan kontemplasi, justru saya menemukan sebuah kesadaran atas hadirnya Kekuatan atau Zat yang tidak bisa saya definisikan. Kesadaran itu pada akhirnya adalah sebuah kehadiran.

Menurut saya, kesadaran tertinggi yang sesungguhnya adalah kesadaran akan kehadiran DIA dalam diri kita.  Dari sinilah kemudian ekspresi kita bersumber. Ekspresi diri termasuk ekspresi kebudayaan tak lain hanyalah upaya menjawab makna kehadiran DIA.  Karena Dia hadir dalam diri kita maka kita sekuat tenaga mendekatkan diri pada DIA.  Menurut saya, pada titik inilah tradisi dan kebudayaan menemukan landasan spritualitas transendentalnya.

Demikian pula dengan segala kemeriahan dan keceriaan di hari raya kali ini.  Kemeriahan dan keceriaan itu mesti bermuara pada pada kehadiran DIA.  Kemeriahan dan keceriaan itu bukan bersumber dari hawa nafsu.  Inilah makna hakiki dari kemenangan di hari raya.  Merayakan kemenangan atas dua sisi.  Disatu sisi kita mampu mengendalikan nafsu ditengah kemeriahan dan keceriaan dan disisi lain kita mampu hening menghadirkan DIA ditengah kemeriahan dan keceriaan itu.

Selamat merayakan Hari Raya Idul Adha 1434 H, mohon maaf lahir dan batin

Malam menjelang hari raya Idul Adha 1434 H
Bogor, 14 Oktober 2013
Pukul 20.00