Entri Populer

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

26 Februari, 2014

GREEN PARADIGM

Ilustrasi (sumber klik)
 Barangkali disana ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan Mulai bosan
Melihat tingkah kita yang selalu salah
dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

~Berita Kepada kawan-Ebiet G. Ade~

Jargon “green” akhir-akhir ini sering kali kita dengar hampir di setiap sektor atau gagasan tentang pembangunan.  Katakanlah program Green City (kota hijau) yang lagi rame berjalan dihampir semua daerah di Indonesia.  Green” secara leksikal berarti hijau atau warna hijau.  Tapi mengapa warna hijau..??

Filosofi “green”  merujuk pada entitas tumbuhan atau lebih tepatnya daun tumbuhan yang berwarna hijau.  Tumbuhan adalah jenis makhluk hidup yang sebagian besar bersifat autotrof yakni mampu “memasak” atau menghasilkan makanannya sendiri dan dapurnya adalah daun.  Kemampuan ini dimiliki oleh tumbuhan karena pada daun memiliki pigmetasi yang disebut klorofil.  Warnanyapun adalah hijau (green).  Klorofil menjadi katalilsator untuk proses reaksi anabolisme (fotosintesis), pembentukan makanan utamanya karbohidrat.

Ilustrasi (sumber: klik)
Reaksi anabolisme pada daun ternyata merupakan reaksi bolak balik.  Reaksi tersebut diimbangi oleh reaksi katabolisme (respirasi) yang membongkar  senyawa karbohidrat tadi.  Reaksi-reaksi tadi ikut membentuk keseimbangan alam.  Fotosintesis menjerap CO2 dialam sekaligus melepas O2 sebagai produk sampingan.  Itulah mengapa, ketika kita berada pada daerah yang banyak terdapat pepohonan maka kita merasakan iklim mikro yang sejuk.  Disatu sisi fotosintesis menjerap CO2 dan melepas O2, disisi lain respirasi mengeluarkan uap air.

Nah, slogan “green” hendak merujuk pada kemampuan organik dari tumbuhan memproduksi/membangun/tumbuh (production/build/grow) sekaligus melestarikan (conservation).  Secara tidak langsung ingin ditunjukkan bahwa proses pembangunan secara sederhana mestinya mengikuti logika organik tumbuhan. Pembangunan mendorong produksi dan pertumbuhan namun disisi lain pembangunan menjadi proses melestarikan dan memperbaiki ekologi.

Kampanye “green” yang belakangan muncul setelah proses pembangunan yang masif sekaligus menunjukkan ternyata pembangunan selama ini berjalan timpang.  Akibat buruk yang telah dirasakan dari pembangunan, baru belakangan melahirkan kesadaran ekologis kita.  Penyakit telah bersarang dalam tubuh pada stadium akut, kita baru sadar betapa pentingnya menjaga kesehatan.

Kesadaran ekologis tadi membentuk satu cara pandang atau logika berfikir yang lebih senstif terhadap lingkungan.  Kesadaran atau cara pandang seperti ini yang saya sebut sebagai Green Paradigm”.  Green Paradigm meniscayakan kita untuk selalu tidak mengabaikan aspek lingkungan dalam pembangunan dan mendorong untuk melakukan kerja-kerja konservasi.  Kita berharap, pada akhirnya Green Paradigm terinternalisasi pada setiap masyarakat sipil (Civil Society) sehingga mengejawantah dalam tindakan keseharian.  Misalnya tidak membuang sampah disembarang tempat, menjaga kebersihan, merawat tumbuhan, dan lain sebagainya.  Selain itu, masyarakt sipil akan secara aktif memantau setiap kebijakan yang tidak pro green.


PEMBANGUNAN MENGACAUKAN HUKUM TERMODINAMIKA II

Setau saya ada dua paradigma besar tentang pembangunan yakni paradigma Modernisasi dan paradigma Ketergantungan (dependency).  Kedua teori ini mendefinisikan dan menjabarkan bagaimana pembangunan harusnya berjalan. 

Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial serta teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan (under-development), ketergantungan (dependent development) dan sistem dunia (world system theory).

Tapi bagi saya sederhana saja memaknai pembangunan hari ini.  Pembangunan adalah yang telah memberikan batasan mana modern dan tradisional, mana miskin dan mana kaya, mana maju dan mana tertinggal.  Yang lebih penting bagi saya, pembangunan adalah romantisasi masa saat kita menikmati masa sejuknya udara, masa dimana masih banyak pohon-pohon kokoh menjulang membelah langit, masa dimana masih banyak sumber-sumber air yang mengalir jernih dan begitu sejuk membasahi batang kerongkongan kita. 

Pembangunan adalah yang mengganti tegakan-tegakan pohon menjulang dengan tegakan tembok yang penuh keangkuhan,  udara sejuk yang diganti dengan aroma kepulan asap pabrik dan kendaraan serta sumber mata air yang diganti dengan wahana permandian artifisial.

*****

Saya jadi teringat dengan Hukum Termodinamika II.  Jika Termodinamika I menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan namun hanya berubah bentuk, atau biasa disebut hukum kekekalan energi.  Namun pertanyaan selanjutnya adalah jika energi atau materi hanya bisa berubah bentuk lantas kemana arah perubahan bentuk itu serta apa dampak yang mungkin timbul dari perubahan itu..?? apakah perubahan itu reversible atau irreversible..?? Termodinamika II menjelaskan tentang arah perubahan energi itu.

Termodinamika II menyatakan bahwa tidak mungkin dan tidak ada ada kalor atau energi dapat dirubah menjadi kerja seluruhnya, tetapi sebaliknya kerja dapat dirubah menjadi panas atau energi.  Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa dalam sebuah sistem tidak ada energi solid yang digunakan secara efisien 100%, sisanya merupakan buangan yang menjadi partikel bebas di lingkungan.  Hal ini kemudian melahirkan konsep entropi di alam.

Entropi adalah gejala alami lingkungan untuk menuju pada ketidakaturan.  Hukum entropi percaya bahwa ada kecenderungan dari alam menuju ketidakaturan yang diakibatkan oleh perubahan energi yang tidak efisien.  Contoh sederhana,  kamar tidur yang telah kita rapikan akan cenderung menjadi tidak teratur sehingga perlu secara rutin untuk diatur atau dirapikan kembali.  Gejala tersebut menunjukkan adanya entropi dalam sistem lingkungan.
 
Ilustrasi (sumber:Klik)
Namun saya melihatnya, konsep entropi sebagai gejala alam, dianggap merugikan dan tidak teratur dalam tanda petik adalah konsep yang berdiri diatas kepentingan manusia yang cenderung eksploitatif.  Saya percaya bahwa, lingkungan secara alami memiliki hukum tersendiri untuk menjaga keseimbangan ekosistemnya.  Artinya, gejala entropi secara alami mesti dipahami pula sebagai proses alami lingkungan untuk menuju pada titik keseimbangan baru.

Lantas, apa hubungannya antara pembangunan, hukum Termodinamika II dan entropi..??

Dalam perspektif hukum termodinamika II, pembangunan adalah proses kreatif dari manusia untuk mempercepat terjadinya laju perubahan energi.  Dalam pembangunan ada banyak energi solid yang akan pecah dan diurai untuk menghasilkan karya pembangunan seperti infrastruktur dan sebagainya.

Jika kita mengingat kembali prinsip hukum termodinamika II, artinya tidak ada proses pembangunan yang efektif 100 % membawa pada perubahan yang diinginkan.  Hal ini pula menegaskan, pembangunan akan melahirkan bias dari pembangunan baik secara sosial, ekonomi terlebih lagi ekologi.  Bias pembangunan ini kemudian menjadi “partikel bebas” (makna khias dan sesungguhnya) dalam ekologi pembangunan. Tentu saja, bias inilah yang kemudian melahirkan entropi dalam ekologi pembangunan kita.

Apa yang terjadi pada alam hari ini bukanlah gejala alami yang sesungguhnya.  Semua telah mengalami campur tangan manusia atas nama pembangunan.  Sehingga pemanasan global (global warming) yang telah menjadi ancaman dan peringatan global (global warning); pencemaran udara, tanah dan air; bencana kekeringan, banjir dan longsor yang terjadi secara massif tidak dapat lagi dipandang sebagai gejala alami biasa.  Gejala-gejala itu mesti kita pandang juga sebagai gejala kemanusiaan yang kita sebut sebagai bencana kemanusiaan.

Sialnya adalah, penyelenggara pembangunan kita dalam hal ini penyelenggara negara tidak menyadari bahkan cenderung mengabaikan gejala alami tersebut.  Belakangan kita baru sadar betapa pentingnya hal tersebut saat alam menunjukkan perubahan yang berbenturan dengan keinginan dan kepentingan kita.

Pembangunan idealnya ditopang oleh tiga pilar yakni profit (ekonomi), people (sosial) dan planet (ekologi). Pembangunan mestinya dipandang sebagai adaptasi kreatif atas bentukan dan fenomena alam yang ada.  Pembangunan mestinya menjadi pertemuan yang mesra antara manusia sebagai mikrocosmos dan alam sebagai makrocosmos.

Kerusakan alam yang kita rasakan hari ini, sebagai gejala entropi dari pembangunan bukanlah sesuatu keterlanjuran yang tinggal kita pasrahi, ratapi dan sesali.  Kita masih bisa memperbaikinya jika kita punya itikad baik untuk melakukannya.

Green Paradigm tidak hanya membutuhkan komitmen formal belaka yang dituangkan lembaran-lembaran kertas, namun harus nampak dalam bentuk inovasi dan kerja nyata.  Tentu akan membutuhkan waktu dan biaya, tapi yang lebih penting adalah inovasi dan kerja harus didorong oleh nilai etika dan moralitas yang betul-betul ingin memperbaiki (will to improve).  Tidak ada jalan lain, hanya itu jalan kembali untuk membenahi alam kita.

Mari jadikan bumi ini asri dan lestari, jika kita tidak ingin dikutuk oleh generasi sesudah kita, anak cucu kita sendiri karena tidak dapat menjaga dengan baik apa yang mereka titipkan kepada kita.

Terakhir, saya ingin mengutip pesan hikmah dari Mahatma Gadhi:

“Bumi telah menghasilkan cukup untuk semua orang, tapi tidak cukup untuk satu orang yang  serakah.”

Bogor, 26 Februari 2014
Pukul 06:00 WIB
 
sumber klik





Baca juga: