Entri Populer

Pages

13 Juni, 2015

PENGADUAN MASYARAKAT BERBASIS INFORMASI SPASIAL


Ilustrasi


LEONARD Kleinronk memang layak mendapat penghargaan dan ucapan terima kasih dari kita semua.  Dialah yang telah menemukan pasangan paling setia 24 jam bagi kita yaitu internet.  Penemuan paling besar itu ia temukan secara tak sengaja pada 29 Oktober 1969 ketika berhasil memecahkan kode-kode digital dan menjadikannya sebagi paket-paket informasi terpisah.

Melalui temuannya, Kleinronk menjadikan dunia ini terasa dilipat dan semakin sempit.  Dalam waktu bersamaan kita dapat berselancar di beberapa tempat sekaligus, menyerap informasinya lalu membaginya kepada sahabat kita pada saat itu juga yang sedang berada di belahan bumi lain.  Kita semakin dimanjakan karena internet sudah sangat mobile sejak ia terintegrasi dengan telepon genggam (smartphone) kita.  Dunia ini seolah berada di dalam genggaman kita dan dapat kita bawa serta kemanapun, kapanpun.

Internet kini telah menjangkau ke setiap sudut bumi ini.  Lalu lintas informasi tak bisa dibendung lagi.  Dalam sepersekian detik informasi terus berubah.  Dunia seolah berpindah dari dunia materi kita saat ini ke dunia maya yang (nampaknya) tanpa batas.  Manusia menemukan pasangan barunya, Internet.

Tak soal dengan laju kemajuan teknologi informasi.  Pertanyaan konkritnya adalah biasakah segala kemajuan teknologi itu menjawab kebutuhan-kebutuhan kita, atau pertanyaan lain dengan nada yang sama bagaimana kita menempatkan teknologi untuk menyelesaikan persoalan kita sehari-hari.

Leonard Kleinronk
Jargon e-government akhir-akhir ini mulai begtu akrab ditelinga kita.  Saya menangkapnya ini sebuah upaya untuk menjadikan teknologi informasi menjadi  ruang pertemuan yang mesra antara pemerintah dengan rakyat, antara rakyat dengan wakil rakyat.  Selama ini ada jarak antara pemerintah dengan rakyat sebagai pemberi amanah.  Terserah mau dimaknai “jarak” itu dalam konteks politik atau dalam makna jarak yang sebenarnya.  Tapi point pentingnya adalah sangat penting menciptakan “keintiman” antara pemerintah dengan rakyat agar kebijakan yang lahir betul-betul menjawab kebutuhan rakyat.

Cukup sering pula kita mendengar rakyat mengeluh bahwa kebijakan pemerintah tak sesuai dengan kebutuhan mereka.  Rakyat menuding para pejabat itu jarang “turun ke bawah” untuk menyerap aspirasi. Sementara Si Pejabat mengklaim kebijakan inilah yang dibutuhkan masyarakat.  Hubungan menjadi kurang mesra dan saling tuding.

Nah, disini saya ingin menyebutnya pengaduan masyarakat berbasis spasial.  Mungkin bukan hal yang baru.  Tetapi yang ingin ditekankan adalah dengan teknologi informasi yang begitu maju saat ini, masyarakat sangat bisa diandalkan untuk mengumpulkan sejumlah informasi penting untuk menunjang pembangunan baik di level pusat maupun daerah.  Masyarakat bisa menjadi narasumber dan enumerator sekaligus dalam mengumpulkan data dan informasi terkait pembangunan.  Pemerintah tentu bertindak sebagai server yang mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan kembali data dan informasi itu lalu diterjemahkan dalam bentuk kebijakan yang lebih konkrit.
Tak hanya orang kota, orang di desa saat ini sudah begitu familiar dengan telepon pintar (smartphone).  Orang-orang di desa juga telah menggenggam dunia.  Di dalam smartphone itu pula telah dilengkapi berbagai aplikasi antara lain kemampuan mengakses internet, GPS (Global Positioning System), google map, google earth, social media, dll. Perusahaan telekomunikasi sudah begitu kompetitifnya. Menara  BTS (Base Transceiver Station) telah tersebar dimana-mana untuk mendistribusikan informasi dari pengguna smartphone.
Ini adalah fasilitas super canggih untuk penyaluran aspirasi rakyat ke pemerintah dan wakil rakyat.  Idenya memang bukan hal baru.  Dulu telah ada pusat layanan pengaduan melalui sms dan telepon, namun kini informasi yang diolah dari masyarakat bisa lebih variatif dan informatif.  Hanya tinggal bagaimana me-manage informasi-informasi itu.

Pemerintah dapat mengelola informasi dari masyarakat dengan berbasis spasial dan bersifat time series.  Masyarakat dapat dengan mudah memanfaatkan teknologi internet, GPS, google map, kamera dan office word atau fasilitas mengetik lainnya yang telah terintegrasi dalam smartphone mereka.  Gunanya untuk menyampaikan aspirasi atau problem yang tengah terjadi di masyarakat langsung ke pemerintah.

Aplikasi GPS di smartphone
Misalkan saja informasi tentang infrastruktur.  Ada sebuah jalan raya yang baru saja dibuat dan telah mengalami kerusakan.  Masyarakat dapat men-jepret gambarnya dengan kamera smartphone yang mereka miliki.  Gambar itu dapat diberi informasi singkat (caption) untuk menjelaskan situasi infrastruktur yang rusak.  Gunakan aplikasi GPS ataupun google map untuk memberikan informasi lokasi pastinya atau referensi geometrik infrastuktur yang rusak tersebut.  Informasi ini dapat langsung dikirimkan ke media sosial yang telah disediakan pemerintah ataupun aplikasi chatting seperti whatsapp, BBM, line, dan lain sebagainya.  Bahkan untuk lebih meyakinkan informasi dapat berupa gambar bergerak (video).

Ini adalah informasi yang sangat berharga dan dijamin aktual bagi pemerintah.  Narasumber, lokasi, deskripsi dan objek tersaji sekaligus dalam informasi tersebut.  Lalu bagaimana pemerintah mengelola informasi itu..??

Informasi oleh pemerintah dikumpulkan dan dipilah berdasarkan jenisnya.  Setelah dikumpulkan dan dipilah, melalui referensi geometrik yang dikirimkan oleh masyarakat lalu dikawinkan (overlay) dengan data-data spasial (peta administrasi, peta pola ruang, peta jalan, peta perumahan, dan peta perencanaan pembangunan lainnya) yang dimiliki oleh pemerintah.  Proses ini untuk mengetahui sebaran keluhan terkait infrastruktur pada suatu wilayah.  Informasi yang lain dapat menjadi meta data untuk data spasial tersebut.

Informasi yang telah dikumpul, dipilah dan di overlay dapat dianalisis lebih lanjut untuk disajikan dan ditindaklanjuti melalui kebijakan.  Analisis selanjutnya dapat dilakukan sesuai dengan kreativitas pemerintah untuk menggambarkan secara lebih utuh tentang kondisi pembangunan dan apa yang diingikan oleh masyarakat.  Misalnya, informasi terkait infrastruktur dapat digunakan untuk melakukan evaluasi proyek.  Tentu menjadi hal yang aneh jalan raya yang baru setahun dibuat oleh masyarakt dilaporkan telah rusak parah.

Cara ini pun dapat dilakukan oleh pihak TNI dan kepolisian.  Melalui pengaduan masyarakat berbasis spasial ini, kepolisian dapat menghasilkan peta kerawanan sosial, peta konflik sosial, peta kerawanan lalu lintas dan peta-peta lainnya yang berkaitan dengan kemanan dan ketertiban.  Sehingga pencegahan sejak dini terkait tindak kejahatan dapat dilakukan.

Akhir-akhir ini kita sering diperdengarkan ribut-ribut soal dana aspirasi anggota DPR yang mencapai 20 milyar per anggota dewan pertahunnya.  Kalau hanya sekedar menyerap aspirasi masyarakat pada saat reses ataupun saat tertentu tentu itu menjadi pemborosan uang negara dan rakyat dapat menilainya sebagai bentuk korupsi terselubung. Atau 20 milyar tersebut untuk kegiatan pembangunan juga keliru karena itu adalah “gawean” eksekutif. Jika anggota DPR ingin betul-betul menyerap aspirasi rakyat di dapilnya, mereka dapat menggunakan cara-cara pengelolaan informasi masyarakat seperti diatas.  Tentu biaya yang dibutuhkan jauh dibawah angka 20 milyar.

Sudah waktunya negera ini betul-betul ikhlas dan serius melibatkan masyarakat dalam pembangunan khsususnya terkait tata kelola informasi pembangunan.  Saya yakin rakyat tak butuh duit  hingga ratusan juta dan milyaran rupiah untuk melakukan itu.  Rakyat cukup ikhlas melakukannya, toh ini demi kepentingan mereka juga.  Pertanyaannya adalah apakah pemerintah dan wakil rakyat itu memiliki political will yang sama ikhlasnya dengan rakyat..?? Entahlah, coba tanyakan pada rumput yang bergoyang.


Bogor, 13 Juni 2015
Pukul 09.25

0 komentar:

Posting Komentar