Entri Populer

Pages

29 Oktober, 2012

Menemukan Sang Pemimpin




 
 Menemukan Sang Pemimpin*

Tulisan ini memang sengaja didedikasikan untuk mereka yang sedang bergulat memperebutkan kursi tampuk kepemimpinan.  Buat mereka yang sedang merindukan pemimpin idola ataupun mereka yang sedang mencermati fenomena silih bergantinya rezim pemimpin.  Namun, tulisan ini tidak hendak pula “menggurui” yang kesannya memaksakan suatu pemahaman tentang konsep ke-pemimpin-an.  Setidaknya, tulisan ini dapat menjadi bahan refleksi ditengah kerinduan akan hadirnya sosok pemimpin yang arif dan bijaksana di tengah-tengah kita semua.

Tahun 1978, Michael H. Hart seorang sejarahwan dan ilmuwan AstroFisika Asal Amerika Serikat menulis buku The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History atau 100 orang yang paling berpengaruh dalam sejarah (dunia).  Buku ini pernah menggemparkan dunia dan menjadi pro-kontra yang salah satunya dikarenakan Hart menempatkan Nabi Muhammad SAW berada diperingkat teratas sebagai seorang yang paling berpengaruh sepanjang masa.  Sepintas, Hart ingin menegaskan dalam masterpiece nya itu bahwa mereka juga adalah adalah para pemimpin yang tidak hanya berpengaruh pada zamannya namun namanya terus hidup melampaui dan menginspirasi zaman-zaman sesudahnya.

Secara sederhana, dalam ilmu manajemen memimpin berarti pengaruh atau upaya memberikan pengaruh kepada orang lain.  Sementara pemimpin adalah orang yang memberikan pengaruh kepada orang lain.  Pengaruh itu dalam konteks lain dapat dimaknai sebagai kuasa atau kekuasaan (power). Dalam sejarahnya, pemimpin tidak lahir begitu saja.  Ada suatu mekanisme yang menjadi konsensus untuk melahirkan seorang pemimpin.  Artinya kuasa yang melekat pada seorang pemimpin sifatnya amanah, titipan dan terberi dari orang-orang yang hendak dipimpinnya.

Lantas, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara menemukan atau memilih Sang Pemimpin itu.

Sang Pemimpin, Dimanakah engkau..?

Setiap komunitas pasti ada seseorang yang dipercaya untuk mengarahkan komunitas tersebut.  Mengarahkan untuk mengapai cita-cita komunitas itu.  Biasanya, kita tidak menyadari ada calon pemimpin besar disekitar kita yang sedang disiapkan oleh alam.  Atau tidak jarang pula kita terbuai bahkan jengah dengan rayuan orang tertentu yang ingin dilegitimasi sebagai pemimpin.  Lantas, siapa yang harus kita percaya sebagai pemimpin kita?

Setidaknya kita bisa membaca tanda-tanda Sang Pemimpin.  Berangkat dari tafsiran sederhana diatas, artinya calon Sang Pemimpin harus bisa memberikan “pengaruh baik” bagi lingkungan dan orang disekitarnya.  Jangan pernah percaya atau mempercayakan kepemimpinan pada seseorang yang selalu bertindak dan berperilaku buruk karena tentu saja juga akan memancarkan pengaruh buruk terhadap lingkungan sekitarnya.

Pengaruh-pengaruh baik itu antara lain; pertama inspiratif. Sang Pemimpin akan selalu menjadi inspirasi bagi orang-orang yang dipimpinnya untuk bekerja dalam mewujudkan harapan dengan berbagai keterbatasan sumberdaya yang dimiliki.  Kata-kata dan tindakannya menjadi penyemangat dalam proses pencapaian harapan bersama. Kedua Visioner. Sang Pemimpin memiliki gagasan besar tentang masa depan. Gagasan besar ini terbentuk dari kemampuan membaca situasi lingkungan dan kebutuhan orang dipimpinnya.  Dengan sendirinya, visi Sang Pemimpin menjadi visi bersama karena ada perasaan memiliki sehingga alam dan semua orang bekerja bersama mewujudkan visi Sang Pemimpin itu.

Ketiga keteladanan dan kesederhanaan.  Aspek ini menunjukkan track record atau jejak rekam dari Sang Pemimpin.  Perjalanan hidup, kata dan perbuatan selalu mencerminkan kebaikan dan terjaga dari pelanggaran sosial.   Kesehariannya menunjukkan konsistensi kata yang se “iya” dengan perbuatannya, tidak merefleksikan hedonisme, tidak senang memamerkan kekayaan materi ketimbang kekayaan akhlak.  Saat ini kita sering mengabaikan aspek ini sehingga banyak pemimpin yang gemar memamerkan kemewahan dan kekayaannya sementara masyarakat terhimpit oleh keterbatasan ekonomi, perbuatan yang tak mencerminkan kata-katanya dan sering melanggar norma sosial yang telah terbangun misalnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pada aspek ini, mengetahui perjalanan hidup Sang Pemimpin menjadi sangat penting.  Keempat bersikap solutif, Sang Pemimpin harus selalu memberi jalan keluar bagi rakyatnya tanpa diminta sekalipun.  Hal ini meniscayakan kemampuan untuk membaca permasalahan orang-orang yang dipimpinnya.

Lantas, Bagaimana Saat Ini..?

Dari sini tidak hanya dibutuhkan kecerdasan Sang Pemimpin tapi lebih penting lagi adalah kecerdasan orang-orang yang dipimpin.  Dalam konteks demokrasi saat ini, bukan hal yang mudah menemukan Sang Pemimpin karena banyak orang yang “menggombal menjajakan rayuan” minta dinilai sebagai Sang Pemimpin.  Kualitas Sang Pemimpin sangat ditentukan oleh kualitas pemilih (masyarakat sebagai orang yang dipimpin).  Jika ada leadership untuk melahirkan pemimpin yang baik maka sebelumnya harus ada Followership untuk menciptakan kecerdasan dalam memilih Sang Pemimpin dan saat dipimpin.  Followership dibutuhkan untuk membentuk kapasitas dan kualitas pemilih sehingga dapat membaca tanda-tanda keberadaan Sang Pemimpin serta berani mengkritik Sang Pemimpin ketika lalai saat memimpin.

Untuk konteks Kota Baubau yang sementara berupaya menemukan Sang Pemimpin (Walikota) nya, marilah bersama mempelajari dengan seksama orang-orang yang mencalonkan diri sebagai Walikota itu.  Marilah kita sama-sama mencerdaskan diri dan berhati-hati memilih calon walikota kita.  Apakah calon-calon itu memberikan keteladanan yang baik bagi kita, mencerminkan akhlak yang baik, memberikan inspirasi kebaikan bagi kita, menunjukkan kesederhanaan serta tidak gemar mempertontonkan hedonisme.  Salah menemukan Sang Pemimpin (Walikota) kita sama halnya kita menginvestasikan dan menabung keburukan untuk masa depan kita.

Sederhananya, Pelajarilah dengan seksama calon-calon yang gemar mengumbar janji saat kampanye.  Janganlah memilih calon Walikota yang minta dipilih sambil menyodorkan sejumlah uang atau barang menjelang pemilihan walikota Baubau nanti.  Karena hal itu sama dengan Si Calon membeli harga diri kita dan kita sedang menggadaikan independensi dan kemerdekaan kita.  Marilah sama-sama mencerdaskan diri, menjaga independensi dan kemerdekaan kita saat memilih walikota nanti.  Sekali lagi, kita salah menemukan Sang Pemimpin (Walikota), maka sama halnya kita menginvestasikan dan menabung keburukan untuk masa depan kita. Wallahu ‘alam bissawab.

*Tulisan ini pernah dimuat dalam opini Harian Radar Buton edisi Kamis, 25 Oktober 2012

0 komentar:

Posting Komentar