Menemukan
Sang Pemimpin*
Tulisan ini memang sengaja didedikasikan untuk mereka yang sedang
bergulat memperebutkan kursi tampuk kepemimpinan. Buat mereka yang sedang merindukan pemimpin
idola ataupun mereka yang sedang mencermati fenomena silih bergantinya rezim
pemimpin. Namun, tulisan ini tidak
hendak pula “menggurui” yang kesannya memaksakan suatu pemahaman tentang konsep
ke-pemimpin-an. Setidaknya, tulisan ini
dapat menjadi bahan refleksi ditengah kerinduan akan hadirnya sosok pemimpin
yang arif dan bijaksana di tengah-tengah kita semua.
Tahun 1978, Michael H. Hart seorang sejarahwan dan ilmuwan AstroFisika
Asal Amerika Serikat menulis buku The
100: A Ranking of the Most Influential Persons in History atau 100
orang yang paling berpengaruh dalam sejarah (dunia). Buku ini pernah menggemparkan dunia dan
menjadi pro-kontra yang salah satunya dikarenakan Hart menempatkan Nabi
Muhammad SAW berada diperingkat teratas sebagai seorang yang paling berpengaruh
sepanjang masa. Sepintas, Hart ingin
menegaskan dalam masterpiece nya itu
bahwa mereka juga adalah adalah para pemimpin yang tidak hanya berpengaruh pada
zamannya namun namanya terus hidup melampaui dan menginspirasi zaman-zaman
sesudahnya.
Secara sederhana, dalam ilmu manajemen memimpin berarti pengaruh atau
upaya memberikan pengaruh kepada orang lain.
Sementara pemimpin adalah orang yang memberikan pengaruh kepada orang
lain. Pengaruh itu dalam konteks lain
dapat dimaknai sebagai kuasa atau kekuasaan (power). Dalam sejarahnya, pemimpin tidak lahir begitu saja. Ada suatu mekanisme yang menjadi konsensus
untuk melahirkan seorang pemimpin.
Artinya kuasa yang melekat pada seorang pemimpin sifatnya amanah,
titipan dan terberi dari orang-orang yang hendak dipimpinnya.
Lantas, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara menemukan atau
memilih Sang Pemimpin itu.
Sang Pemimpin, Dimanakah
engkau..?
Setiap komunitas pasti ada seseorang yang dipercaya untuk mengarahkan
komunitas tersebut. Mengarahkan untuk
mengapai cita-cita komunitas itu.
Biasanya, kita tidak menyadari ada calon pemimpin besar disekitar kita
yang sedang disiapkan oleh alam. Atau
tidak jarang pula kita terbuai bahkan jengah dengan rayuan orang tertentu yang
ingin dilegitimasi sebagai pemimpin.
Lantas, siapa yang harus kita percaya sebagai pemimpin kita?
Setidaknya kita bisa membaca tanda-tanda Sang Pemimpin. Berangkat dari tafsiran sederhana diatas,
artinya calon Sang Pemimpin harus bisa memberikan “pengaruh baik” bagi
lingkungan dan orang disekitarnya.
Jangan pernah percaya atau mempercayakan kepemimpinan pada seseorang
yang selalu bertindak dan berperilaku buruk karena tentu saja juga akan
memancarkan pengaruh buruk terhadap lingkungan sekitarnya.
Pengaruh-pengaruh baik itu antara lain; pertama inspiratif. Sang Pemimpin akan selalu menjadi
inspirasi bagi orang-orang yang dipimpinnya untuk bekerja dalam mewujudkan
harapan dengan berbagai keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Kata-kata dan tindakannya menjadi penyemangat
dalam proses pencapaian harapan bersama. Kedua Visioner. Sang Pemimpin memiliki gagasan besar tentang masa depan. Gagasan
besar ini terbentuk dari kemampuan membaca situasi lingkungan dan kebutuhan
orang dipimpinnya. Dengan sendirinya,
visi Sang Pemimpin menjadi visi bersama karena ada perasaan memiliki sehingga
alam dan semua orang bekerja bersama mewujudkan visi Sang Pemimpin itu.
Ketiga keteladanan dan kesederhanaan. Aspek ini menunjukkan track record atau jejak rekam dari Sang
Pemimpin. Perjalanan hidup, kata dan
perbuatan selalu mencerminkan kebaikan dan terjaga dari pelanggaran
sosial. Kesehariannya menunjukkan
konsistensi kata yang se “iya” dengan perbuatannya, tidak merefleksikan
hedonisme, tidak senang memamerkan kekayaan materi ketimbang kekayaan
akhlak. Saat ini kita sering mengabaikan
aspek ini sehingga banyak pemimpin yang gemar memamerkan kemewahan dan
kekayaannya sementara masyarakat terhimpit oleh keterbatasan ekonomi, perbuatan
yang tak mencerminkan kata-katanya dan sering melanggar norma sosial yang telah
terbangun misalnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pada aspek ini,
mengetahui perjalanan hidup Sang Pemimpin menjadi sangat penting. Keempat bersikap solutif, Sang Pemimpin harus selalu memberi
jalan keluar bagi rakyatnya tanpa diminta sekalipun. Hal ini meniscayakan kemampuan untuk membaca
permasalahan orang-orang yang dipimpinnya.
Lantas, Bagaimana Saat Ini..?
Dari sini tidak hanya dibutuhkan kecerdasan Sang Pemimpin tapi lebih
penting lagi adalah kecerdasan orang-orang yang dipimpin. Dalam konteks demokrasi saat ini, bukan hal
yang mudah menemukan Sang Pemimpin karena banyak orang yang “menggombal
menjajakan rayuan” minta dinilai sebagai Sang Pemimpin. Kualitas Sang Pemimpin sangat ditentukan oleh
kualitas pemilih (masyarakat sebagai orang yang dipimpin). Jika ada leadership untuk melahirkan pemimpin
yang baik maka sebelumnya harus ada Followership untuk menciptakan kecerdasan
dalam memilih Sang Pemimpin dan saat dipimpin.
Followership dibutuhkan untuk membentuk kapasitas dan kualitas pemilih
sehingga dapat membaca tanda-tanda keberadaan Sang Pemimpin serta berani
mengkritik Sang Pemimpin ketika lalai saat memimpin.
Untuk konteks Kota Baubau yang sementara berupaya menemukan Sang
Pemimpin (Walikota) nya, marilah bersama mempelajari dengan seksama orang-orang
yang mencalonkan diri sebagai Walikota itu.
Marilah kita sama-sama mencerdaskan diri dan berhati-hati memilih calon
walikota kita. Apakah calon-calon itu
memberikan keteladanan yang baik bagi kita, mencerminkan akhlak yang baik,
memberikan inspirasi kebaikan bagi kita, menunjukkan kesederhanaan serta tidak
gemar mempertontonkan hedonisme. Salah
menemukan Sang Pemimpin (Walikota) kita sama halnya kita menginvestasikan dan
menabung keburukan untuk masa depan kita.
Sederhananya, Pelajarilah dengan seksama calon-calon yang gemar
mengumbar janji saat kampanye. Janganlah
memilih calon Walikota yang minta dipilih sambil menyodorkan sejumlah uang atau
barang menjelang pemilihan walikota Baubau nanti. Karena hal itu sama dengan Si Calon membeli
harga diri kita dan kita sedang menggadaikan independensi dan kemerdekaan
kita. Marilah sama-sama mencerdaskan
diri, menjaga independensi dan kemerdekaan kita saat memilih walikota nanti. Sekali lagi, kita salah menemukan Sang
Pemimpin (Walikota), maka sama halnya kita menginvestasikan dan menabung
keburukan untuk masa depan kita. Wallahu ‘alam bissawab.
*Tulisan ini pernah dimuat dalam opini Harian Radar Buton edisi Kamis, 25 Oktober 2012
0 komentar:
Posting Komentar