Sudah
umum diketahui bahwa isu lingkungan hidup merupakan salah satu isu global
selain demokrasi dan hak asasi manusia.
Sejak akhir tahun 70-an, lingkungan hidup menjadi sebuah agenda politik,
ekonomi dan bisnis global (Keraf, 2010).
Isu lingkungan mencuat dipermukaan dan menjadi perbincangan diberbagai
forum sebagai akibat dari kritikan atas berbagai teori pembangunan di Negara
dunia ketiga yang nota bene teori-teori tersebut adalah anak kandung dari
modernism. Modernism dengan berbagai
teori pembangunannya ternyata membawa implikasi buruk terhadap keberlangsungan
lingkungan hidup.
Permasalahan-permasalahan
Sumberdaya alam dan lingkungan tadi tidaklah dapat diselesaikan dalam waktu
singkat, dan mudah. Perlu waktu dan kerjasama semua pihak dalam menyelesaikan
permasalahan tadi terutama dalam kegiatan pencegahan degradasi lingkungan. Degradasi
Sumberdaya alam dan lingkungan yang terjadi pasti akan memberikan eksternalitas
negatif kepada kita. Ekternalitas suatu kata yang diadopsi dari kata asing externality,
yang menurut Fauzi. A (2004) eksternalitas adalah dampak (positif atau
negatif), atau dalam bahasa formal ekonomi sebagai net cost atau benefit,
dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain.
Dampak pembangunan
yang sangat terasa pada lingkungan hidup adalah pencemaran. Karena ekonomi merupakan system terbuka, maka
ketiga proses dasarnya (ekstraksi, prosesing/fabrikasi dan konsumsi)
masing-masing menghasilkan residu (limbah) yang pada akhirnya akan kembali ke
lingkungan. Terlalu banyak ditempat dan
waktu yang salah akan menyebabkan perubahan biologis dan perubahan lainnya
(kontaminasi) yang selanjutnya dapat mengganggu atau merusak hewan/tanaman dan
ekosistemnya (pencemaran). Jika
kerusakan tersebut selanjutnya berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan
manusia, maka hal ini memenuhi atau melampaui batasan ekonomi pencemaran. Batasan ekonomi pencemaran, mensyaratkan dua
hal yaitu terjadinya pengaruh fisik terhadap lingkungan dan reaksi manusia
terhadap pengaruh fisik yang bersangkutan.
Dalam bahasa ekonomi, telah terjadi kerugian (berkurang kesejahteraan)
yang tidak terkompensasi karena adanya biaya eksternal yang berkaitan dengan
disposal limbah ke media lingkungan yang melahirkan biaya social yang harus
ditanggung masyarakat (Turner, Pearce dan Bateman, 1994).
Dasar
pemikiran inilah yang mengharuskan untuk tidak mengabaikan pencemaran secara
ekonomi (ekonomi pencemaran). Karena
bisa jadi suatu produk yang dihasilkan dari proses produksi ekonomi memiliki nilai
dampak yang lebih tinggi dibanding harga barang itu sendiri.
Tulisan
ini tidak hendak berpretensi untuk mengevaluasi pembangunan yang telah dan
sedang berlangsung. Tidak pula hendak
mengurai secara detail bagaimana pencemaran itu lahir dari proses ekonomi
pembangunan lalu merumuskan solusi konfrehensif atasnya. Karena ruang dan waktu yang terbatas,
setidaknya tulisan ini hendak mencapai: pertama,
Memperkenalkan pendekatan ekonomi ekologi secara singkat untuk mengatasi
masalah limbah dan pencemaran lingkungan. Kedua,
Terbangunnya kesadaran kolektif tentang keberlanjutan lingkungan hidup dan
tidak mengabaikan masalah lingkungan atau hanya menganggapnya sebagai pelengkap
semata dari pembangunan. Dalam konteks tulisan
ini pula,
tidak dibedakan penafsiran antara limbah, sampah dan emisi. Maka dari
sini, Pencemaran
adalah konsekuensi dari adanya limbah, dimana pencemaran menjelaskan suatu
kondisi jumlah dan kualitas limbah telah melewati standar baku mutu atau daya
dukung lingkungan.
LIMBAH, POLUSI, SAMPAH
Ada beberapa pendapat tentang
definisi sampah atau limbah.
Soewedo (1983) menyatakan bahwa sampah atau limbah adalah
bagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus
dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan
yang biologis. Sementara itu Suparmoko
(1997) menyatakan bahwa sampah merupakan benda yang tidak dipakai lagi yang
berasal dari berbagai lingkungan pemukimsn pertanian, industri dan
sebagainya. Menurut Tchobanoglous dkk,
(1993) sampah adalah segala buangan padat atau semi padat yang dihasilkan dari
aktivitas manusia atau hewan yang dibuang karena tak diinginkan atau digunakan lagi.
Undang-Undang No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
menjelaskan bahwa sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat. Undang-Undang
ini membagi sampah berdasarkan sumbernya yakni sampah rumah tangga, sampah
sejenis rumah tangga dan sampah spesifik (Fahimuddin, dalam Darmawan, 2012)
Polusi akibat industri (sumber) |
Kemudian definisi polusi yang banyak
digunakan adalah definisi menurut Holdgate (1979, Hal. 17). Zat
atau energi yang disebarkan oleh manusia
ke lingkungan yang menyebabkan gangguan
kesehatan manusia, membahayakan
sumber daya hidup dan sistem ekologi, kerusakan
struktur atau kemudahan, atau gangguan dengan penggunaan
dari lingkungan.
Dari sini dapat dipahami pula bahwa
karena sampah merupakan konsep buatan manusia, sebagai konsekuensi dari proses
produksi maka sampah tidak terbentuk secara alami. Sampah tidak dapat dipandang atau dipahami
sebagai suatu gejala alam yang sifatnya mengikuti hukum alam yang ada. Hadirnya
sampah tidak dapat disamakan dengan gejala alam yang lain seperti gunung
meletus ataupun
gempa bumi. Sampah harus dipahami
sebagai gejala kemanusiaan. Sehingga
gejala alam yang terjadi (sehubungan dengan sampah) dapat dipahami secara tidak
normal (gejala kemanusiaan) ketika terjadi karena diakibatkan oleh sampah. Misalnya
banjir yang diakibatkan oleh adanya sampah mesti dipandang sebagai
gejala kemanusiaan bukan gejala alam (Fahimuddin, dalam Darmawan, 2012).
Akar
penyebab pencemaran terletak pada meningkatnya ketegangan antara populasi
global kita, dan harapan kita yang meningkat dalam hal standar hidup, dan
kegagalan kita untuk membayar perhatian yang tepat untuk ide-ide yang
dirumuskan dalam 'Tragedy of Commons'. Selama berabad-abad kita telah
menggunakan sumber daya Global seperti udara, air dan tanah, sebagai 'tempat
sampah' untuk limbah manusia (Hardin, 1968).
Tumpukan sampah (sumber) |
Dalam
kegiatan ekonomi, produksi dan konsumsi suatu barang dapat menimbulkan manfaat atau
menghasilkan produk yang bernilai guna pada pemiliknya atau pada orang lain.
Tetapi sebaliknya juga dapat menghasilkan dampak yang merugikan atau menurunkan
daya guna bagi orang lain. Keadaan dimana suatu proses dapat menimbulkan
manfaat maupun kerugian pada orang lain disebut eksternalitas (Grafton, et al.,
2004).
Dalam
konsep ekonomi, pencemaran merupakan suatu eksternalitas yang terjadi bila satu
atau lebih individu mengalami atau menderita kerugian berupa hilangnya
kesejahteraan mereka (Monke dan Pearson, 1989). Meskipun setiap kegiatan
ekonomi dapat menimbulkan eksternalitas, ahli ekonomi tidak merekomendasikan
untuk menghilangkan eksternalitas. Hal ini karena ekternalitas optimal tidak
harus sama dengan nol. Pandangan bahwa bebas externalitas bukan merupakan
keputusan yang optimal, dapat dijelaskan dengan dua hal, yaitu: pada dasarnya
lingkungan itu cenderung memiliki kemampuan asimilatif sehingga pada tingkat
pencemaran tertentu, lingkungan masih dapat mengatasi secara alamiah; dan
kenyataan menunjukkan bahwa pada tingkat tertentu, kegiatan ekonomi masih mampu
mengatasi persoalan pencemaran ini dengan menggunakan teknologi pembersih
limbah (Turner dan Pearce, 1991).
Pembangunan
berkelanjutan sebagai proses peningkatan kesejahteraan masyarakat luas suatu
bangsa secara terus-menerus dan dalam kurun waktu yang mencakup antar
generasi. Dalam ekonomi, keberlanjutan
pembangunan menunjuk pada kemampuan untuk tumbuh dan berubah secara
terus-menerus agar masyarakat dapat
menikmati tingkat kesejahteraan yang sekurang-kurangnya sama dari waktu ke
waktu dan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam upaya mencapai tingkat kesejahteraan
yang lebih tinggi, sedikitnya ada tiga komponen keberlanjutan yang harus
dicapai secara simultan untuk mewujudkan kondisi pembangunan yang
berkelanjutan. Ketiga komponen itu ialah
keberlanjutan ekonomi (economic
sustainability), keberlanjutan ekologi (ecology
sustainability) dan keberlanjutan social (social sustainability) (Ahmad, 1992).
Dalam
upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan tersebut perlu adanya formulasi
konsep pembangunan yang merefleksikan ketiga komponen diatas. Salah satu upaya tersebut adalah dengan tidak
mengabaikan faktor pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh adanya polutan,
sampah atau limbah ke dalam perencanaan pembangunan. Dalam analisis ini ada tiga hal yang akan
diulas secara singkat yaitu biaya preventif pencemaran, biaya eksternalitas dan
konsekuaensinya terhadap harga.
BIAYA
PREVENTIF PENCEMARAN
Dalam
situs Wikipedia biaya preventif pencemaran disebut dengan Biaya Pencegahan
Polusi. Biaya
pencegahan polusi adalah biaya yang dikeluarkan baik oleh perusahaan atau
perorangan, dan/atau pemerintah untuk mencegah sebagian atau keseluruhan
polusi. Dalam konteks ini, biaya pencegahan polusi yang dikeluarkan untuk
menghindari polusi nilainya sama dengan kerusakan kesejahteraan masyarakat
akibat polusi apabila biaya ini tidak dikeluarkan oleh
perusahaan/perorangan/pemerintah.
Biaya preventif pencemaran
ditekankan pada upaya untuk mencegah munculnya pencemaran pada proses
pembangunan atau paling tidak mencegah terjadinya eskalasi dari pencemaran yang
muncul. Dokumen perencanaan pembangunan
baik di tingkat nasional maupun daerah menjadi penting untuk diperhatikan
karena dari proses penyusunan dokumen perencanaan akan dapat diidentifikasi
sejak dini dimana dan apa saja dari proses pembangunan yang akan memicu
munculnya sumber-sumber pencemaran.
Aplikasi biaya preventif pencemaran tidak hanya dapat diterapkan dalam
perencanaan pembangunan Negara ataupun daerah.
Namun prinsip-prinsipnya dapat pula diterapkan dalam dokumen perusahaan.
Ilustrasi (sumber) |
Biaya preventif pencemaran
meniscayakan adanya inovasi tekhnologi.
Tekhnologi dalam proses ini menjadi domain utama dalam pembiayaan
preventif pencemaran. Penekanan
penggunaan inovasi tekhnologi sebagai instrumen untuk pelaksanaan pembangunan
yang efisien dan efektif. Artinya
efisiensi dan efektifitas tekhnologi tersebut diukur dari seberapa besar jumlah
pencemaran yang tidak
dihasilkan. Atau dengan kata lain
indikator keberhasilan dari pembangunan salah satunya adalah kemampuan untuk
tidak menghasilkan pencemaran dalam proses pembangunan.
BIAYA
EKSTERNALITAS
Ekternalitas
terjadi bila suatu
kegiatan menimbulkan manfaat atau biaya bagi kegiatan atau pihak diluar
pelaksanaan kegiatan tersebut.
Eksternalitas dalam biaya inilah yang disebut pula sebagai biaya
sosial. Perbincangan mengenai biaya
sosial ini sesungguhnya berkaitan dengan masalah pencemaran lingkungan yang
sebagai akibatnya adalah kerusakan lingkungan hidup yang dapat dianggap sebagai
biaya pembangunan ekonomi (Soeparmoko, 1989).
Dampak
yang dituju oleh kegiatan ekonomi tetapi dirasakan pihak selain pelaku disebut
eksternalitas (externalities).
Konsumen dan produsen tidak memasukkan eksternalitas ini, baik yang positif
maupun yang negative sebagai keuntungan atau biaya dari kegiatan ekonomi yang
dilakukannya. Di dalam konsep
pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) dikenal istilah eksternalitas ekonomi (economic externalities),
eksternalitas ekologi (ecology
externalities) dan eksternalitas sosial (social externalities).
Selain itu, teori ekonomi juga menawarkan alternative bagi pengelolaan
imbas-pengaruh kegiatan ekonomi (impact
and incident) juga mencakup bahkan menekankan peran manusia sebagai actor
atau pelaku kegiatan ekonomi (Ahmad, 1992).
(sumber) |
Mengingat
nilai kerusakan lingkungan ini tidak diperhitungkan oleh pelaku ekonomi dalam melakukan
kegiatannya maka kondisi semacam ini akan mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan
secara terus menerus (Howe, 1976). Dalam
rangka membangun sistem ekonomi yang efisien
dan berwawasan lingkungan, maka setiap kegiatan ekonomi seharusnya melakukan
proses yang dikenal dengan internalizing
external costs yaitu memperhitungkan biaya lingkungan atau nilai kerugian
yang diderita oleh pihak lain sebagai salah satu komponen biaya produksi.
Antara
biaya preventif pencemaran dan pada biaya eksternalitas sama-sama memberikan
sensitifitas yang tinggi terhadap munculnya pencemaran dan dimasukkan dalam
biaya produksi. Hanya saja, biaya
eksternalitas seolah memaklumkan munculnya pencemaran lingkungan dan kemudian
“mengobati” atau mengatasi pencemaran tersebut melalui biaya eksternalitas.
Kedua
biaya tersebut bukan berarti tidak memberikan konsekuensi. Secara umum, dapat mempengaruhi kondisi
ekonomi makro karena berpotensi untuk mendorong peningkatan harga produk
sebagai hasil dari proses produksi. Karena faktanya dalam praktek kehidupan
sehari-hari, harga ditentukan melalui mekanisme pasar. Yang menarik untuk
diperhatikan adalah bahwa harga yang dimaksud pada umumnya hanya mencakup biaya
produksi, distribusi, promosi dan administrasi. Sementara kerusakan lingkungan
yang mungkin ditimbulkan (misalnya berupa pencemaran) akibat dari proses produksi
barang tersebut tidak pernah diperhitungkan. Sebagai contoh, hampir semua
perusahaan tidak memasukkan biaya pencemaran ke dalam sistem akuntansinya
meskipun telah mengeluarkan limbah yang mencemari lingkungan. Akibatnya, harga
yang berlaku di pasaran terlalu rendah dibandingkan harga yang seharusnya
diterapkan.
Peningkatan
harga produk tentu dapat mendorong penyesuaian harga-harga yang lain serta
mendorong terjadinya inflasi. Bisa jadi,
peningkatan harga produk akan dianggap sebagai bentuk ketidakadilan ekonomi
karena konsumen harus menanggung biaya pencemaran yang tidak dilakukannya. Dalam konteks pemerintah, akan mendorong
peningkatan jumlah subsidi pada sector pembangunan tertentu namun disisi lain
adanya peningkatan bea cukai atau pajak pada sector lainnya.
*****
Pripsip
dasar dalam dunia kesehatan adalah tindakan pencegahan munculnya penyakit
(preventif) jauh lebih penting dan diutamankan ketimbang tindakan penyembuhan
(kuratif). Demikian pula masalah
pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh adanya sampah, limbah atau
polutan. Tindakan preventif ini tidak
hanya dilakukan pada skala rumah tangga namun pada skala yang lebih besar
seperti kawasan industri atau proses pembangunan lainnya. Tindakan preventif pencemaran membutuhkan
inovasi tekhnologi yang lebih baik untuk menghindari munculnya sumber
pencemaran. Bertindak untuk tidak
menghasilkan pencemaran sama halnya dengan menginvestasikan kebaikan pada
kehidupan mendatang. Menyelamatkan
kehidupan anak cucu kita.
Bogor, 14 September 2013
Mungkin sudah saatnya kita mengembangkan instrumen biologi untuk mengganti instrumen fisika dan kimia. pembumiannya mungkin menciptakan makhluk lain untuk berkendara..... atau menciptakan kemasan pengganti plastik yang hidup, atau banyak hal lain yang dapat mati dan terurai. hehehe hanya fiksiku belaka.....
BalasHapustidak ada yg tidak mungkin karya-karya inivatif bemula dari khayalan tingkat tinggi.,ehehehe
BalasHapusDasar tukang hayal.... kapan maen ke jogja min? saya lagi ada proyek biokimia membuat makhluk ini.....
BalasHapussmua karya fenomenal bermula dari khayalan Bro.,nntilah klu ada rezeki bro,tp bgs juga klu mas bro menfasilitasi.,heheheh
BalasHapus