Ilustrasi |
LEONARD Kleinronk memang layak
mendapat penghargaan dan ucapan terima kasih dari kita semua. Dialah yang telah menemukan pasangan paling
setia 24 jam bagi kita yaitu internet. Penemuan
paling besar itu ia temukan secara tak sengaja pada 29 Oktober 1969 ketika
berhasil memecahkan kode-kode digital dan menjadikannya sebagi paket-paket
informasi terpisah.
Melalui temuannya, Kleinronk
menjadikan dunia ini terasa dilipat dan semakin sempit. Dalam waktu bersamaan kita dapat berselancar
di beberapa tempat sekaligus, menyerap informasinya lalu membaginya kepada
sahabat kita pada saat itu juga yang sedang berada di belahan bumi lain. Kita semakin dimanjakan karena internet sudah
sangat mobile sejak ia terintegrasi dengan telepon genggam (smartphone)
kita. Dunia ini seolah berada di dalam
genggaman kita dan dapat kita bawa serta kemanapun, kapanpun.
Internet kini telah menjangkau ke
setiap sudut bumi ini. Lalu lintas
informasi tak bisa dibendung lagi. Dalam
sepersekian detik informasi terus berubah.
Dunia seolah berpindah dari dunia materi kita saat ini ke dunia maya
yang (nampaknya) tanpa batas. Manusia menemukan
pasangan barunya, Internet.
Tak soal dengan laju kemajuan
teknologi informasi. Pertanyaan konkritnya
adalah biasakah segala kemajuan teknologi itu menjawab kebutuhan-kebutuhan
kita, atau pertanyaan lain dengan nada yang sama bagaimana kita menempatkan
teknologi untuk menyelesaikan persoalan kita sehari-hari.
Leonard Kleinronk |
Cukup sering pula kita mendengar
rakyat mengeluh bahwa kebijakan pemerintah tak sesuai dengan kebutuhan mereka. Rakyat menuding para pejabat itu jarang “turun
ke bawah” untuk menyerap aspirasi. Sementara Si Pejabat mengklaim kebijakan
inilah yang dibutuhkan masyarakat. Hubungan
menjadi kurang mesra dan saling tuding.
Nah, disini saya ingin
menyebutnya pengaduan masyarakat berbasis spasial. Mungkin bukan hal yang baru. Tetapi yang ingin ditekankan adalah dengan
teknologi informasi yang begitu maju saat ini, masyarakat sangat bisa
diandalkan untuk mengumpulkan sejumlah informasi penting untuk menunjang
pembangunan baik di level pusat maupun daerah.
Masyarakat bisa menjadi narasumber dan enumerator sekaligus dalam
mengumpulkan data dan informasi terkait pembangunan. Pemerintah tentu bertindak sebagai server
yang mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan kembali data dan informasi itu
lalu diterjemahkan dalam bentuk kebijakan yang lebih konkrit.
Tak hanya orang kota, orang di
desa saat ini sudah begitu familiar dengan telepon pintar (smartphone). Orang-orang di desa juga telah menggenggam
dunia. Di dalam smartphone itu pula
telah dilengkapi berbagai aplikasi antara lain kemampuan mengakses internet,
GPS (Global Positioning System), google map, google earth, social
media, dll. Perusahaan telekomunikasi sudah begitu kompetitifnya. Menara BTS (Base Transceiver Station) telah
tersebar dimana-mana untuk mendistribusikan informasi dari pengguna smartphone.
Ini adalah fasilitas super
canggih untuk penyaluran aspirasi rakyat ke pemerintah dan wakil rakyat. Idenya memang bukan hal baru. Dulu telah ada pusat layanan pengaduan
melalui sms dan telepon, namun kini informasi yang diolah dari masyarakat bisa
lebih variatif dan informatif. Hanya tinggal
bagaimana me-manage informasi-informasi itu.
Pemerintah dapat mengelola
informasi dari masyarakat dengan berbasis spasial dan bersifat time series.
Masyarakat dapat dengan mudah
memanfaatkan teknologi internet, GPS, google map, kamera dan office
word atau fasilitas mengetik lainnya yang telah terintegrasi dalam smartphone
mereka. Gunanya untuk menyampaikan
aspirasi atau problem yang tengah terjadi di masyarakat langsung ke pemerintah.
Aplikasi GPS di smartphone |
Ini adalah informasi yang sangat
berharga dan dijamin aktual bagi pemerintah.
Narasumber, lokasi, deskripsi dan objek tersaji sekaligus dalam
informasi tersebut. Lalu bagaimana
pemerintah mengelola informasi itu..??
Informasi oleh pemerintah
dikumpulkan dan dipilah berdasarkan jenisnya.
Setelah dikumpulkan dan dipilah, melalui referensi geometrik yang
dikirimkan oleh masyarakat lalu dikawinkan (overlay) dengan data-data
spasial (peta administrasi, peta pola ruang, peta jalan, peta perumahan, dan
peta perencanaan pembangunan lainnya) yang dimiliki oleh pemerintah. Proses ini untuk mengetahui sebaran keluhan
terkait infrastruktur pada suatu wilayah. Informasi yang lain dapat menjadi meta data
untuk data spasial tersebut.
Informasi yang telah dikumpul,
dipilah dan di overlay dapat dianalisis lebih lanjut untuk disajikan dan
ditindaklanjuti melalui kebijakan. Analisis
selanjutnya dapat dilakukan sesuai dengan kreativitas pemerintah untuk
menggambarkan secara lebih utuh tentang kondisi pembangunan dan apa yang
diingikan oleh masyarakat. Misalnya,
informasi terkait infrastruktur dapat digunakan untuk melakukan evaluasi
proyek. Tentu menjadi hal yang aneh
jalan raya yang baru setahun dibuat oleh masyarakt dilaporkan telah rusak
parah.
Cara ini pun dapat dilakukan oleh
pihak TNI dan kepolisian. Melalui pengaduan
masyarakat berbasis spasial ini, kepolisian dapat menghasilkan peta kerawanan
sosial, peta konflik sosial, peta kerawanan lalu lintas dan peta-peta lainnya
yang berkaitan dengan kemanan dan ketertiban.
Sehingga pencegahan sejak dini terkait tindak kejahatan dapat dilakukan.
Akhir-akhir ini kita sering
diperdengarkan ribut-ribut soal dana aspirasi anggota DPR yang mencapai 20
milyar per anggota dewan pertahunnya. Kalau
hanya sekedar menyerap aspirasi masyarakat pada saat reses ataupun saat
tertentu tentu itu menjadi pemborosan uang negara dan rakyat dapat menilainya
sebagai bentuk korupsi terselubung. Atau 20 milyar tersebut untuk kegiatan
pembangunan juga keliru karena itu adalah “gawean” eksekutif. Jika anggota DPR
ingin betul-betul menyerap aspirasi rakyat di dapilnya, mereka dapat
menggunakan cara-cara pengelolaan informasi masyarakat seperti diatas. Tentu biaya yang dibutuhkan jauh dibawah
angka 20 milyar.
Sudah waktunya negera ini
betul-betul ikhlas dan serius melibatkan masyarakat dalam pembangunan
khsususnya terkait tata kelola informasi pembangunan. Saya yakin rakyat tak butuh duit hingga ratusan juta dan milyaran rupiah untuk
melakukan itu. Rakyat cukup ikhlas
melakukannya, toh ini demi kepentingan mereka juga. Pertanyaannya adalah apakah pemerintah dan
wakil rakyat itu memiliki political will yang sama ikhlasnya dengan
rakyat..?? Entahlah, coba tanyakan pada rumput yang bergoyang.
Bogor, 13 Juni 2015
Pukul 09.25
0 komentar:
Posting Komentar