Ilustrasi |
Setelah agak sedikit terhempas
ngurus “kiri kanan” tesis, saya memutuskan untuk nongkrong depan perpustakaan
IPB. Mahasiswa IPB biasa menyebutnya
LSI, Layanan Sumberdaya Informasi. Depan
gedung itu berjejer bangku-bangku kayu tua hitam namun masih kokoh menopang beberapa
bokong sekaligus yang tertumpu diatasnya.
Bangku-bangku yang telah menyaksikan banyak mahasiswa diskusi yang
berjubel dengan berbagai teori. Atau mahasiswa
akhir seperti saya yang hanya hendak duduk melepas penat dan resah tesis yang
tak kunjung usai. Aaakhhh…,
Membiarkan pikiran ini melayang-layang
bebas, menggantung di langit. Meraih headset
yang sudah meliuk kusut dari saku baju, pasang ke kuping. Salah satu ujungnya tertancap mantap di smartphone
andalan. Ibu jariku dengan lincah
memainkan touchscreen masuk ke folder musik lalu memilih secara random
lagu dalam play list. Energi listrik dengan sekejab berubah menjadi
bunyi yang mengalir cepat 50hz melalui kabel headset dan terbagi secara
stereo pada dua loudspeaker mininya.
Suara gitar
akustik lalu terdengar sayup menyelusp masuk ke dalam liang telingaku. Gelombang
suarnya menyentil gendang telinga yang diubah menjadi energi mekanik. Energinya mengalir ke tulang telinga bagian
tengah malleus, incus dan stapes. Getaran ini sedikit mengoncangkan cairan ekuilibriumku
untuk memberi rangsangan sel-sel rambut menghasilkan pesan berupa impuls bio
elektrik yang siap dikirim ke otakku.
Atas bantuan kabel-kabel saraf, impuls mengalir ke otak untuk ditafsir
sebagai suara yang merdu.
Pa..ra.,ra.,ra.,
Pa..ra.,ra.,ra.,
Pa..ra.,ra.,ra.,
Pa..ra.,ra.,ra.,
Uuu..uuu…uuu…
Aku ingin berjalan bersamamu
Dalam hujan dan malam gelap
Tapi aku tak bisa melihat matamu
Tapi aku tak bisa melihat matamu
Aku ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu
…
Entah mengapa
ibu jariku memilih lagu itu. Alunan musiknya
slow nan syahdu menyelusup masuk ke dalam sukma. Memberikan ketenangan sekaligus
keresahan. Warna musiknya cukup
reflektif, pekat malah. Petikan guitalele
memberikan nuansa keroncong. Lagu ini
betul-betul mewakili perasaanku saat ini. Dari persoalan tesis hingga hati, dan
urusan tetek bengek kerjaan dan ekonomi. Semua bergumul menjadi satu,
RESAH. Sama pula dengan judul lagu ini. Ha..,ha..,ha., menyebutku alay kata seorang
kawan chating.
Band Payung Teduh (Ivan, Cito, Is & Comi) |
Oh ya,
sedikit info saja dari lagu yang jadi latar tulisan alay ini. Judulnya Resah buah karya dari sebuah band
indie yang dibentuk tahun 2007, Payung Teduh.
Lagu ini salah satu hits dari album Payung Tedung bersampul Dunia Batas. Awalnya band ini digawangi oleh Is
(vokal/gitar) dan Comi (bass) mahasiswa UI yang saban hari bermain musik di
sudut-sudut kampus atau mentas di Teater Pagupon. Warna musik mereka mulai menjadi kompilt dan
berkarakter setelah Cito (drum/cajon) dan Ivan (guitalele) direkrut masuk. Band indie ini mungkin bisa disetarakan
dengan band indie lainnya seperti Efek Rumah Kaca dan Dialog Dini Hari.
Dari sederetan lagu-lagu Payung
Teduh nampaknya band ini beraliran romantis.
Lirik-liriknya sangat puitis dengan lantunan iringan musik yang tak
terlalu menghentak. Buat yang lagi
galau, terserah mau tema galaunya cinta, kerjaan, keluarga sampai urusan duit,
dijamin mendengar lagu ini menjadi kanal yang tepat untuk lebih meresapi
pekatnya galau.
Namun terlepas dari itu, saya
menilai band ini memang memiliki karakter.
Musiknya menghantarkan pada situasi reflektif yang serba abstrak. Patah hati, jatuh cinta, dirundung masalah,
hanyalah sekian gejala psikologis agar lagu-lagu mereka menemukan bentuknya. Lebih
diresapi. Saat saya mendengarkan lagu-lagu
Payung Teduh saya seolah sedang terlibat dalam dialog imajiner dengan diri saya
sendiri. Terhempas dalam ruang dan waktu
masa lalu, kini dan selanjutnya. Aduh.,cukup
ah,nanti dibilangin lebay dan alay lagi..he..he.he..,
Album Payung Teduh, Dunia Batas |
Sayup-sayup
lagu resah masih mengiang ditelinga. Bait-baitnya
masih menyuguhkan perasaan yang sama dan puitis.
Aku menunggu dengan sabar
Di atas sini, melayang-layang
Tergoyang angin, menantikan tubuh
itu
Aku ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu
Ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu
Mestinya anda tak perlu membaca
tulisan ini. Ini hanya pelampiasan
keresahan dan kegalauan hati. Maaf ya.,he..he..he..
LSI, Institut Pertanian Bogor
22 Juni 2015.
0 komentar:
Posting Komentar