Entri Populer

Pages

24 Juni, 2013

RATAPAN KERINDUAN


Ilustrasi


Pagi ini saya agak tergesa-gesa. Begitu melihat waktu, matahari telah sempurna menampakkan diri.  Semuapun seolah bergerak refleks. Menanggalkan baju dan celana, maraih handuk yang terkait digantungan, masuk ke kamar mandi, membasahi sekujur tubuh dengan air lalu rambut dan tubuh dipenuhi busa, dibilas kembali.  Sikat gigi ditaburi pasta, digosok ke gigi lalu berkumur. Meraih kembali handuk dan keluar dari kamar mandi dengan handuk melingkar ke pinggang.  Sreeeett…,Semua berjalan dalam sekejab seolah dalam hitungan detik.  Pagi ini saya sungguh tergesa-gesa.  Terlambat bangun karena baru tertidur seusai bang subuh.

Semalam suntuk saya harus menahan ngantuk.  Menyelesaikan bab awal draft penelitian untuk didiskusikan ke pembimbing.  Draft ini menguras hampir semua energi berpikir saya.  Betapa tidak, kesan yang saya tangkap setelah bertemu dua kali, pembimbing saya sangat teliti, terstruktur dan detail mengulas sesuatu.  Dan saya tak ingin dinilai “tidak siap” dan “tidak serius” karena draft yang kuajukan. Sebisa mungkin, Draft kususun terstruktur dan sesingkat mungkin namun cukup proporsional untuk bisa menjelaskan alasan dan tujuan mengapa tema penelitian ini yang saya pilih.

Pagi ini memang saya begitu tergesa-gesa karena didahului oleh matahari yang telah sempurna menampakkan diri.  Namun seperti beberapa pagi sebelumnya, pagi ini saya merasakan sesuatu yang lain.  Sesuatu yang begitu menyesakkan dada. Suatu dorongan untuk memenuhi sebuah panggilan yang terpaksa saya berpura-pura mengabaikannya karena urusan akademik yang tak kunjung selesai.  Panggilan yang juga sekaligus memberi energi, motivasi dan semangat yang begitu besar untuk bergerak dan menapaki jalan masa depan setapak demi setapak.  Panggilan itu adalah panggilan kerinduan untuk pulang.

Kurang lebih setahun saya berada di Bogor menempuh studi pasca sarjana. Sampai ke Bogor karena didorong oleh ambisi dan rasa haus pengetahuan.  Ini memang bukan yang pertama meninggalkan tanah Buton, tanah kelahiran saya.  Sebelumnya, tujuh tahun lebih malang melintang di Makassar menyelesaikan gelar sarjana.  Saking lamanya, Makassar seolah telah menjadi kampung kedua bagi saya.  Sewaktu di Makassar panggilan kerinduan ini tak sekuat seperti sekarang.  Maklum saja, saat itu Tuhan belum memberi saya hadiah terindah sekaligus amanah, ia adalah Amirah.

Pagi ini saya begitu tergesa-gesa dengan rindu yang sangat sesak di dada.  Wajah cantik  Amirah selalu terbayang.  Dengan tatapan manja Ia meminta digendong dan dipeluk.  Dengan tangannya yang mungil ia merangkul dan memeluk erat leher ku.  Rangkulan dan pelukan itu seolah menggambarkan tak ingin kehilangan.  Sesekali ia melempar senyuman ke segala arah.  Seolah Amirah ingin memberitahu kepada dunia “hanya saya yang berkuasa atas ayah”.  Pelukannya kubalas dengan pelukan dan berkali-kali kecupan sayang.  Akh.,kenangan itu semakin mempertegas panggilan kerinduan untuk pulang.

Tunggu Ayah Nak, sebentar lagi Ayah pulang.  Membawa oleh-oleh dan berjuta kasih sayang untuk Amirah”, saya membatin sambil mengurut dada.

Amirah dan Ibunya,beberapa hari sebelum menuju Bogor

IPB Darmaga, di Sela-sela menunggu Pak Baba.
Senin, 24 Juni 2013
Pukul 09.00 WIB.

0 komentar:

Posting Komentar