Ilustrasi |
Saya agak kurang mengerti dengan kelompok Islam yang anti
demokrasi dan pancasila dan “ngotot” ingin menggantinya dengan yang mereka
klaim sebagai negara Islam. Sebagai awwam
saya tidak ingin berdebat soal tafsir negara Islam dalam nash-nash suci
Al Quran. Mohon maaf, saya bukanlah
seorang hafidz apalagi seorang yang mahfum tafsir.
Namun ini hanyalah pikiran nyeleneh dari seorang awwam
seperti saya. Apakah saat ini negara Indonesia begitu tidak Islami sehingga
kita harus menjadikannya sebagai negara “Islam”. Coba perhatikan, negara ini
tidak menjadikan Al Quran dan Hadist secara formal sebagai ideologi dan
konstitusi ataupun sebagai dasar negara.
Akan tetapi ada banyak Undang-Undang dan regulasi lainnya mengakomodir
kepentingan orang Islam.
Sebut saja Undang-Undang pernikahan, Zakat, hukum waris, haji dan
hal-hal muamalah lainnya yang semua mengakomodir kepentingan umat Islam. Bahkan orang Islam disiapkan secara khusus
oleh negara sebuah pengadilan sendiri untuk menyelesaikan sengketa-sengketa
yang berkaitan dengan syariah muamalah yakni Pengadilan Agama Islam (PAI). Tak
hanya itu, disediakan pula oleh negara sebuah kementerian yang seolah-olah
hanya milik orang Islam yaitu Kementerian Agama (KEMENAG).
Walaupun ikut mengurusi agama selain agama Islam tapi liat saja
logonya adalah Al Qu’ran dan berapa banyak pegawainya adalah muslim dan
mengasuh ribuan pondok pesantren dan madrasah. Atau periksa pula struktur
organisasi kementerian itu bidang-bidang kerjanya lebih banyak adalah domain
Islam. Belum lagi istilah-istilah yang
digunakan juga istilah bahasa Arab. Toh itupun
kalau kita sepakat bahwa bahasa Arab identik dengan bahasa Al Qur’an/Islam
karena Rasulullah Muhammad berbangsa Arab.
Kurang Islami apa lagi negara ini, kita hendak menuntut apa lagi..??
Bagi saya yang terpenting bukan mendirikan negara Islam tapi seberapa
nyaman negara menyediakan fasilitas dan menciptakan kondisi bagi saya umat
Islam untuk secara nyaman menjalankan agama saya dan bisa bermuamalah dengan
sesama muslim atau umat yang lainnya.
Bagi saya saat ini, saya telah menemukan kenyamanan untuk menjalankan
ibadah saya dengan baik. Lihat saja
dimana-mana kita dengan mudah menemukan masjid dan mushallah. Setiap kantor, hotel hingga restoran dan rumah makan menyediakan
fasilitas untuk kita menjalankan shalat lima waktu. Lantas belum optimalkah situasi ini bagi kita
sebagai ummat Islam menjalankan Ibadah kita..??
Walaupun tidak dapat dipungkiri, di beberapa daerah di Indonesia
pernah atau sedang terjadi konflik SARA.
Tapi bagi saya itu lebih pada permukaannya saja, penyebab utamanya lebih
pada soal-soal ekonomi politik, kemiskinan, pemerataan pembangunan dan
semacamnya. Jika itu problem utamanya
maka solusinya dibutuhkan kehadiran negara disana menciptakan kesejahteraan dan
mengokohkan keadlian. Dan untuk
melakukan itu tak perlu negara yang berlabel Islam.
Bagi saya, makna Rahmatan Lil Alamin itu laksana air. Air, bagaimanapun bentuk bejananya ia akan
tetap menjadi air. Ia akan menyelusup
masuk disetiap ruang dan sudut bejana lalu memberi kedamaian dan kesejukan
disana. Begitulah Islam. Biarlah Islam
melalui tangan-tangan kita muslim berinteraksi dengan indah dengan berbagai
kultur di nusantara, menyelusup masuk dalam setiap sendi-sendi kehidupan kita.
Perlahan mereka beradaptasi dengan prinsip akidah Islam lalu akhirnya Islam
memberi kesejukan rahmatan lil alamin.
Sebagaimana pula air akan mengalir dari tempat tinggi ke tempat
yang rendah. Jika kita ummat muslim ingin mengalirkan Islam maka tinggikanlah
akhlak dan haluskanlah budi pekerti keummatan kita. Dengan cara ini, saya yakin Islam tak hanya
menjadi rahmatan lil alamin namun menjadi keteladan bagi umat yang lain. Negara
tak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk me-Revolusi Mental rakyat, ummat
muslim dengan sendirinya merevolusi mentalnya lalu mereplikasinya.
Airpun bisa memanas bahkan mendidih jika suhunya dinaikkan. Jika suhu air naik maka ia akan kehilangan
kesejukan. Demikian pula Islam akan
kehilangan kesejukan jika kita umat muslim mendahulukan amarah dan kekerasan
dalam berdakwah. Air pula dapat membeku
kaku tak dinamis jika suhunya dibawah titik nol. Islam pun demikian kan terasa sangat kaku,
jika kita umat muslim yang tidak berfikir dinamis dan inklusif serta membangun
semangat etos bekerja keras dan berkarya.
Mohon maaf, ini cara saya orang awwam ber-Islam, saya tak akan
memaksakan ini ke diri anda.
Wallahu A’lam Bissawab.
Bogor, 24 Mei 2016
Pukul 00.39 WIB
mantap
BalasHapus