Foto: Muhammad MF |
Senja kembali datang. Mataharipun kembali sembunyi dibalik
kegelapan sembari menabur kerinduan melalui cahayanya yang merah temaram. Kerinduan yang menjanjikan sejuta harapan bersama
tetes embun pagi esok pagi. Sungguh,
senja ini seolah mewakili kerinduanku yang selalu semakin pekat terasa dari
sebelumnya.
Senja kembali datang. Untuk 12.151 kalinya saya menemui senja selama hidupku.
Senja kali ini saya sedang berada di teras rumah kontrakan dikompleks yang sesak. Sesesak dada ini yang pekat oleh
kerinduan. Sesekali saya mengurutnya
dengan mata yang berkaca-kaca.
Biasanya, kita akan semakin meresapi
makna sesuatu setelah kita kehilangannya.
Kita akan lebih meresapi betapa berharganya kebersamaan setelah hadirnya
perpisahan. Ini yang tengah saya hadapi
sekarang. Berpisah jauh dari keluarga
dan orang-orang terkasih.
Sepintas, saya merasa sedang berada
diajungan waktu yang terus bergulir. Lalu
tiba-tiba terhempas kembali ke masa lalu melalui jendela kenangan. Bayangan kebersamaan itu hadir kembali. Kebersamaan yang penuh canda dan tawa, ciuman
dan pelukan juga sedih dan tangis bergumul jadi satu. Saya kembali mengurut dada.,
“ah.,saya sedang merindu” Bisikku dalam hati.
Dalam situasi seperti ini biasanya
kita menemukan makna baru. Makna baru
yang memberikan jawaban atas kehidupan
yang tengah kita jalani kendati kita mungkin belum sempat mempertanyakannya. Mungkin beginilah salah satu cara Tuhan
membisikkan kita petunjuk. Petunjuk-Nya
hadir dalam situasi kita terhempas agar lebih tersimpan dalam benak kita.
Mungkin jarang orang menyadari bahwa
kehidupan ini berputar dengan pola yang berulang. Matahari yang tenggelam disenja
hari ini adalah matahari yang juga terbit esok hari. Jika matahari senja mengumpulkan
segala kerinduan maka pagi menjanjikan segala harapan. Demikian seterusnya
Tapi bukankah kerinduan dan harapan
adalah cinta. Lantas apa hubungannya dengan dengan kehidupan..?
Hidup dan cinta adalah bagai dua sisi
mata uang. Keduanya adalah ruang dan
waktu. Jika hidup adalah lintasannya
maka cinta adalah pelarinya. Jika hidup
adalah wadahnya maka cinta adalah isinya.
Jika hidup adalah jasadnya maka cinta adalah ruhnya. Jika kehidupan
tanpa cinta maka ia tak punya makna,demikian pula sebaliknya. Hidup dan cinta bermetamorfosis untuk saling
mengisi dan memberi makna. Menjalani
hidup maka berarti sedang meresapi hadirnya cinta.
Artinya, cinta tidak abadi dong
karena kehidupan akan berakhir oleh kematian.
Hidup memang adalah menunggu kematian
tapi kematian bukanlah akhir dari segala kehidupan. Kematian hanyalah salah satu etape dalam
proses transformasi. Kematian menjadi
pintu masuk untuk mengawali kehidupan yang baru. Sama halnya kelahiran,
kematian merupakan ekspresi yang paling
konkrit dari kemenyatuan kerinduan dan harapan.
Jadi, tak ada alasan yang logis untuk menakuti hadirnya kematian.
Bogor, 22
April 2015
Senja di
Bogor ditengah penatnya menuntaskan tesis..,
0 komentar:
Posting Komentar