Entri Populer

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

24 Mei, 2016

ISLAM YANG MENYEJUKKAN


Ilustrasi
Saya agak kurang mengerti dengan kelompok Islam yang anti demokrasi dan pancasila dan “ngotot” ingin menggantinya dengan yang mereka klaim sebagai negara Islam.  Sebagai awwam saya tidak ingin berdebat soal tafsir negara Islam dalam nash-nash suci Al Quran.  Mohon maaf, saya bukanlah seorang hafidz apalagi seorang yang mahfum tafsir.

Namun ini hanyalah pikiran nyeleneh dari seorang awwam seperti saya. Apakah saat ini negara Indonesia begitu tidak Islami sehingga kita harus menjadikannya sebagai negara “Islam”. Coba perhatikan, negara ini tidak menjadikan Al Quran dan Hadist secara formal sebagai ideologi dan konstitusi ataupun sebagai dasar negara.  Akan tetapi ada banyak Undang-Undang dan regulasi lainnya mengakomodir kepentingan orang Islam. 

Sebut saja Undang-Undang pernikahan, Zakat, hukum waris, haji dan hal-hal muamalah lainnya yang semua mengakomodir kepentingan umat Islam.  Bahkan orang Islam disiapkan secara khusus oleh negara sebuah pengadilan sendiri untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang berkaitan dengan syariah muamalah yakni Pengadilan Agama Islam (PAI). Tak hanya itu, disediakan pula oleh negara sebuah kementerian yang seolah-olah hanya milik orang Islam yaitu Kementerian Agama (KEMENAG). 
Walaupun ikut mengurusi agama selain agama Islam tapi liat saja logonya adalah Al Qu’ran dan berapa banyak pegawainya adalah muslim dan mengasuh ribuan pondok pesantren dan madrasah. Atau periksa pula struktur organisasi kementerian itu bidang-bidang kerjanya lebih banyak adalah domain Islam.  Belum lagi istilah-istilah yang digunakan juga istilah bahasa Arab.  Toh itupun kalau kita sepakat bahwa bahasa Arab identik dengan bahasa Al Qur’an/Islam karena Rasulullah Muhammad berbangsa Arab.

Kurang Islami apa lagi negara ini, kita hendak menuntut apa lagi..?? 

Bagi saya yang terpenting bukan mendirikan negara Islam tapi seberapa nyaman negara menyediakan fasilitas dan menciptakan kondisi bagi saya umat Islam untuk secara nyaman menjalankan agama saya dan bisa bermuamalah dengan sesama muslim atau umat yang lainnya.  Bagi saya saat ini, saya telah menemukan kenyamanan untuk menjalankan ibadah saya dengan baik.  Lihat saja dimana-mana kita dengan mudah menemukan masjid dan mushallah.  Setiap kantor, hotel  hingga restoran dan rumah makan menyediakan fasilitas untuk kita menjalankan shalat lima waktu.  Lantas belum optimalkah situasi ini bagi kita sebagai ummat Islam menjalankan Ibadah kita..??

Walaupun tidak dapat dipungkiri, di beberapa daerah di Indonesia pernah atau sedang terjadi konflik SARA.  Tapi bagi saya itu lebih pada permukaannya saja, penyebab utamanya lebih pada soal-soal ekonomi politik, kemiskinan, pemerataan pembangunan dan semacamnya.  Jika itu problem utamanya maka solusinya dibutuhkan kehadiran negara disana menciptakan kesejahteraan dan mengokohkan keadlian.  Dan untuk melakukan itu tak perlu negara yang berlabel Islam.
Bagi saya, makna Rahmatan Lil Alamin itu laksana air.  Air, bagaimanapun bentuk bejananya ia akan tetap menjadi air.  Ia akan menyelusup masuk disetiap ruang dan sudut bejana lalu memberi kedamaian dan kesejukan disana.  Begitulah Islam. Biarlah Islam melalui tangan-tangan kita muslim berinteraksi dengan indah dengan berbagai kultur di nusantara, menyelusup masuk dalam setiap sendi-sendi kehidupan kita. Perlahan mereka beradaptasi dengan prinsip akidah Islam lalu akhirnya Islam memberi kesejukan rahmatan lil alamin.

Sebagaimana pula air akan mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Jika kita ummat muslim ingin mengalirkan Islam maka tinggikanlah akhlak dan haluskanlah budi pekerti keummatan kita.  Dengan cara ini, saya yakin Islam tak hanya menjadi rahmatan lil alamin namun menjadi keteladan bagi umat yang lain. Negara tak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk me-Revolusi Mental rakyat, ummat muslim dengan sendirinya merevolusi mentalnya lalu mereplikasinya.

Airpun bisa memanas bahkan mendidih jika suhunya dinaikkan.  Jika suhu air naik maka ia akan kehilangan kesejukan.  Demikian pula Islam akan kehilangan kesejukan jika kita umat muslim mendahulukan amarah dan kekerasan dalam berdakwah.  Air pula dapat membeku kaku tak dinamis jika suhunya dibawah titik nol.  Islam pun demikian kan terasa sangat kaku, jika kita umat muslim yang tidak berfikir dinamis dan inklusif serta membangun semangat etos bekerja keras dan berkarya.

Mohon maaf, ini cara saya orang awwam ber-Islam, saya tak akan memaksakan ini ke diri anda.

Wallahu A’lam Bissawab.

Bogor,  24 Mei 2016
Pukul  00.39 WIB

22 Mei, 2016

ANAK NELAYAN KOLAGANA MENANTANG ZAMAN

Anak Nelayan Kolagana

Matanya awas tajam menatap hamparan samudra. Kulitnya yang legam menandakan betapa akrabnya Ia dengan dunianya,laut.  Baginya hamparan samudra biru adalah bentangan sejuta harapan.  Sesekali ia duduk diatas ujung sampannya sembari melepas pandanganya ke arah samudra.  Mungkin saja dalam benaknya ia sedang membuat perhitungan dengan sang samudra.  Lalu keceriaan kembali merajainya saat teman-temannya menyapa untuk kembali bermain disela-sela membantu kesibukan orang tuanya yang membudidayakan rumput laut.  Sekelompok anak nelayan Kolagana usia 4-7 tahun telah terbiasa dengan hempasan air laut dan cadasnya batu karang.

Beberapa waktu yang lalu bersama keluarga saya pergi melihat kebun almarhum kakek saya di Kolagana.  Letak kebun itu tepat dekat laut,luasnya beberapa hektar namun agak landai.  Sayang kebun itu hampir tak terurus sama sekali.  Saya membayangkan di kebun itu dibangun villa dan pemandaangannya langsung menjorok ke laut.  Hanya saja investasinya pasti sangat besar.

Tak jauh dari situ, ada sebuah sumur tepat dibibir pantai.  Anehnya menurut penduduk setempat yang lagi hendak mencuci dan mengambil air minum,air sumur tersebut rasanya tawar dan langsung bisa diminum tanpa dimasak.  Sumur itu menjadi sumber utama untuk memenuhi kebutuhan air minum warga Kolagana. Sumur itu menjadi oase bagi warga ditengah tandus dan teriknya alam Kolagana.  Setiap hari warga datang berbondong-bondong lalu mencari posisi strategis disekitar sumur untuk melakukan sebagian ritual rumah tangga.  Apa lagi kalau bukan mandi, mencuci dan mengangkut air untuk dibawa pulang ke rumah.  Anak-anak merekapun tak ketinggalan. Setelah puas bermain sampan di laut, bergegas ke sumur untuk membilasl badan mengusir rasa asin yang melekat.

Paman saya begitu akrabnya menyapa setiap warga yang ia temui.  Sesekali mereka bercanda dan saling mengejek menggunakan bahasa yang tidak saya mengerti.  Menurut cerita paman saya bahwa penduduk Kolagana ini semua adalah orang Baruta.  Sejak dulu orang Baruta bermigrasi ke Kolagana dan berkebun.  Rupanya tepat di depan Kolagana adalah Baruta,hanya berjarak kurang lebih 500 meter dipisahkan oleh selat Buton.  Selat inilah yang setiap harinya dilalui oleh kapal cepat menuju raha dan Kendari.  Bahkan kapal PELNI yang berukuran kecil melalui selat itu ketika hendak merapat ke Pelabuhan Murhum Baubau.  Menurut informasi,kendati sempit selat di depan Baruta itu sangat dalam.  Menurut cerita Ibu saya, Paman saya itu waktu kecil biasa berenang dari Baruta ke Kolagana untuk pergi sekolah.

Dari bahasa yang mereka gunakan sehari-hari, nampaknya termasuk dalam rumpun bahasa Pancana.  Rumpun bahasa ini tersebar hampir disetiap pinggiran Pulau Buton dan hampir seluruh bagian Pulau Muna dengan beragam dialek dan beberapa kosa kata dengan fonologi yang agak berbeda.  Mereka terkenal sebagai pelaut yang ulung untuk menangkap hasil laut ataupun berdagang.  Makanya saat ini banyak dari mereka menetap dan berdagang di daerah timur nusaantara sana.  Dalam sebuah catatan yang pernah saya baca bahwa rumpun Pancana ini jauh lebih dulu datang menempati pulau Buton sebelum datangnya Mia Patamiana dari Johor itu.

Nampaknya cukup beralasan ketika antropolog Pelras dari hasil penelitiannya memasukkan bangsa Buton sebagai salah satu dari lima bangsa maritim di Nusantara.  Empat bangsa yang lain adalah Bajo, Makassar, Mandar dan Madura.

*************

Anak-anak nelayan Kolagana itu masih terus bermain dengan senyum lugunya.  Mereka hanya mengenal dunia laut.  Mereka belum tau bahwa disekitar mereka tangan-tangan tak kelihatan (invisible hand) telah lama bergerak mengeksploitasi sumber daya alam.  Tak jarang tangan-tangan tak kelihatan itu berselingkuh dengan kekuasaan saling bertanam saham dan berbagi laba.  Mereka (mungkin saja) belum sadar bahwa zaman berlari dengan kencangnya digerakkan oleh motor ke-modern-an.  Geliat zaman begitu cepat, dalam hitungan detik dunia terus berubah.

Apakah yang akan terjadi pada anak-anak nelayan Kolagana itu nantinya?  Tak mungkin ke-edan-an dunia dijawab dengan ke-lugu-an.  Entahlah..,mungkin mereka akan tenang-tenang saja selama sumur mereka tak diganggu, orang tua mereka masih bisa membudidayakan rumput laut dan mereka masih bisa bermain sampan di laut Kolagana yang Biru.


Baubau, 2 September 2010
Jam 13:20 WITA.

04 Mei, 2016

LUKISAN II : Untuk Seseorang

Gadis Di Depan Cermin Karya Pablo Picasso
Engkau adalah lukisan
Dengan pancaran coretan warna
Yang tergores indah diatas kanvas tubuhmu
Sukmaku hanyut, tenggelam diantara
Belantara keindahan yang kau pancarkann

Engkau bagaikan lentera
Di kegelapan
Yang dengan cahayamu
Menuntunku
Aku rela menerjang padang berduri
Dan kuharap engkau berkenan
Mendamparkan wajahmu diatas serpihan rusukku

Rerumputan bergoyang gemulai
Mengikuti musik irama angin
Seperti itu pulalah tarian tubuhmu
Setiap perjaka yang melihatmu
Pasti akan penuh hasrat birahi
Tetapi aku tak seperti mereka
Sebab engkau adalah
Lukisan yang terselesaikan


UNHAS, Februari 2003

LUKISAN I

Aku adalah lukisan
Yang belum terselesaikan
Dan mungkin tak akan pernah terselesaikan
Melalui kanvas di bibirmu
Padahal aku sudah berjanji
Akan melumat semua di bibirmu

Kehidupan, alam adalah lukisan
Sang Kreator Agung
Yang sesekaali dapat
Ia sobek kembali
Keindahan disekelilingku
Tidak melihat aku sebagai lukisan utuh
Dengan keindahan paripurna
Karena aku adalah lukisan yang tak terselesaikan
Oleh kanvas bibirmu

Tapi aku tak akan menyalalahkan
Sang Kreator
Aku akan setia memuja
Mengharapakan Cinta yang mengantarkan
Pada Kreator
Cinta adalah keabadian
Yang menghantar pada kesempurnaan

Kehidupan manusia laksana
Bahtera tanpa layaar
Bila tak tersentuh cinta
Cinta bukan ciuman, pelukan ataupun persenggamaan
Cinta datang mewakili dirinya

Turutilah kata cinta
Meskipun ia membawamu pada kematian
Karena kehidupan adalah
Menunggu kematian, maka
Lukisanpun terselesaikan

Makaassar, 2003

MENGANGKUH….

Ilustrasi
 Sejak kita ditakdirkan untuk terdampar dan masuk dalam scenario kehidupan
 yang tidak jelas mana yang benar dan salah
sementara tindakan kita mesti jelas hitam putihnya. 
Larut dalam ketidakpastian membuat kita hanyut dalam keputusasaan. 
Namun, pada diri kita yang lain masih meyakini ada jalan pulang yang pasti,
ada sisi kemanuasiaan kita yang selalu saja meyakinkan bahwa
hidup ini harus diperjuangkan. 
Kita masih punya perasaan cinta dan sayang.

Dalam konteks social perjuangan kadang kita salah tempatkan
bahkan banyak yang mengaku pejuang tapi tidak tahu
 apa yang sedang diperjuangkan.  Atas nama perjuangan justru kita
menggiring diri dalam lembah yang mengangkuh.
Bagiku perjuangan tidak lain hanyalah manifestasi adanya cinta
karena cinta memang harus di perjuangkan.  Itu saja... 
Perjuangan yang tidak beraras cinta adalah mengangkuh
dan itu adalah pengkhianatan paling besar terhadap diri sendiri.
 Jujurlah untuk mengakui bahwa kita memang mencintai. 
Cinta punya sejuta bahasa untuk pengakuan. 
Kesejatian dan kesempurnaan diri
tidak akan kita temukan dalam ruang yang masih
mengarifi kepura-puraan dan menyembunyikan kejujuran.

Tamalanrea, 23 November 2007

22 Juni, 2015

RESAH


Ilustrasi


Setelah agak sedikit terhempas ngurus “kiri kanan” tesis, saya memutuskan untuk nongkrong depan perpustakaan IPB.  Mahasiswa IPB biasa menyebutnya LSI, Layanan Sumberdaya Informasi.  Depan gedung itu berjejer bangku-bangku kayu tua hitam namun masih kokoh menopang beberapa bokong sekaligus yang tertumpu diatasnya.  Bangku-bangku yang telah menyaksikan banyak mahasiswa diskusi yang berjubel dengan berbagai teori.  Atau mahasiswa akhir seperti saya yang hanya hendak duduk melepas penat dan resah tesis yang tak kunjung usai. Aaakhhh…,

Membiarkan pikiran ini melayang-layang bebas, menggantung di langit.  Meraih headset yang sudah meliuk kusut dari saku baju, pasang ke kuping.  Salah satu ujungnya tertancap mantap di smartphone andalan.  Ibu jariku dengan lincah memainkan touchscreen masuk ke folder musik lalu memilih secara random lagu dalam play list. Energi listrik dengan sekejab berubah menjadi bunyi yang mengalir cepat 50hz melalui kabel headset dan terbagi secara stereo pada dua loudspeaker mininya.

Suara gitar akustik lalu terdengar sayup menyelusp masuk ke dalam liang telingaku. Gelombang suarnya menyentil gendang telinga yang diubah menjadi energi mekanik.  Energinya mengalir ke tulang telinga bagian tengah malleus, incus dan stapes.   Getaran ini sedikit mengoncangkan cairan ekuilibriumku untuk memberi rangsangan sel-sel rambut menghasilkan pesan berupa impuls bio elektrik yang siap dikirim ke otakku.  Atas bantuan kabel-kabel saraf, impuls mengalir ke otak untuk ditafsir sebagai suara yang merdu.

Pa..ra.,ra.,ra.,
Pa..ra.,ra.,ra.,
Pa..ra.,ra.,ra.,
Pa..ra.,ra.,ra.,
Uuu..uuu…uuu…

Aku ingin berjalan bersamamu
Dalam hujan dan malam gelap 
Tapi aku tak bisa melihat matamu

Aku ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu

Entah mengapa ibu jariku memilih lagu itu.  Alunan musiknya slow nan syahdu menyelusup masuk ke dalam sukma.  Memberikan ketenangan sekaligus keresahan.  Warna musiknya cukup reflektif, pekat malah.  Petikan guitalele memberikan nuansa keroncong.  Lagu ini betul-betul mewakili perasaanku saat ini. Dari persoalan tesis hingga hati, dan urusan tetek bengek kerjaan dan ekonomi. Semua bergumul menjadi satu, RESAH.  Sama pula dengan judul lagu ini.  Ha..,ha..,ha., menyebutku alay kata seorang kawan chating.

Band Payung Teduh (Ivan, Cito, Is & Comi)
Oh ya, sedikit info saja dari lagu yang jadi latar tulisan alay ini.  Judulnya Resah buah karya dari sebuah band indie yang dibentuk tahun 2007, Payung Teduh.  Lagu ini salah satu hits dari album Payung Tedung bersampul Dunia Batas.  Awalnya band ini digawangi oleh Is (vokal/gitar) dan Comi (bass) mahasiswa UI yang saban hari bermain musik di sudut-sudut kampus atau mentas di Teater Pagupon.  Warna musik mereka mulai menjadi kompilt dan berkarakter setelah Cito (drum/cajon) dan Ivan (guitalele) direkrut masuk.  Band indie ini mungkin bisa disetarakan dengan band indie lainnya seperti Efek Rumah Kaca dan Dialog Dini Hari.

Dari sederetan lagu-lagu Payung Teduh nampaknya band ini beraliran romantis.  Lirik-liriknya sangat puitis dengan lantunan iringan musik yang tak terlalu menghentak.  Buat yang lagi galau, terserah mau tema galaunya cinta, kerjaan, keluarga sampai urusan duit, dijamin mendengar lagu ini menjadi kanal yang tepat untuk lebih meresapi pekatnya galau.

Namun terlepas dari itu, saya menilai band ini memang memiliki karakter.  Musiknya menghantarkan pada situasi reflektif yang serba abstrak.  Patah hati, jatuh cinta, dirundung masalah, hanyalah sekian gejala psikologis agar lagu-lagu mereka menemukan bentuknya. Lebih diresapi.  Saat saya mendengarkan lagu-lagu Payung Teduh saya seolah sedang terlibat dalam dialog imajiner dengan diri saya sendiri.  Terhempas dalam ruang dan waktu masa lalu, kini dan selanjutnya.  Aduh.,cukup ah,nanti dibilangin lebay dan alay lagi..he..he.he..,
 
Album Payung Teduh, Dunia Batas
Sayup-sayup lagu resah masih mengiang ditelinga.  Bait-baitnya masih menyuguhkan perasaan yang sama dan puitis.

Aku menunggu dengan sabar
Di atas sini, melayang-layang
Tergoyang angin, menantikan tubuh itu

Aku ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu

Ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu


Mestinya anda tak perlu membaca tulisan ini.  Ini hanya pelampiasan keresahan dan kegalauan hati.  Maaf ya.,he..he..he..



LSI, Institut Pertanian Bogor
22 Juni 2015.
 


13 Juni, 2015

PENGADUAN MASYARAKAT BERBASIS INFORMASI SPASIAL


Ilustrasi


LEONARD Kleinronk memang layak mendapat penghargaan dan ucapan terima kasih dari kita semua.  Dialah yang telah menemukan pasangan paling setia 24 jam bagi kita yaitu internet.  Penemuan paling besar itu ia temukan secara tak sengaja pada 29 Oktober 1969 ketika berhasil memecahkan kode-kode digital dan menjadikannya sebagi paket-paket informasi terpisah.

Melalui temuannya, Kleinronk menjadikan dunia ini terasa dilipat dan semakin sempit.  Dalam waktu bersamaan kita dapat berselancar di beberapa tempat sekaligus, menyerap informasinya lalu membaginya kepada sahabat kita pada saat itu juga yang sedang berada di belahan bumi lain.  Kita semakin dimanjakan karena internet sudah sangat mobile sejak ia terintegrasi dengan telepon genggam (smartphone) kita.  Dunia ini seolah berada di dalam genggaman kita dan dapat kita bawa serta kemanapun, kapanpun.

Internet kini telah menjangkau ke setiap sudut bumi ini.  Lalu lintas informasi tak bisa dibendung lagi.  Dalam sepersekian detik informasi terus berubah.  Dunia seolah berpindah dari dunia materi kita saat ini ke dunia maya yang (nampaknya) tanpa batas.  Manusia menemukan pasangan barunya, Internet.

Tak soal dengan laju kemajuan teknologi informasi.  Pertanyaan konkritnya adalah biasakah segala kemajuan teknologi itu menjawab kebutuhan-kebutuhan kita, atau pertanyaan lain dengan nada yang sama bagaimana kita menempatkan teknologi untuk menyelesaikan persoalan kita sehari-hari.

Leonard Kleinronk
Jargon e-government akhir-akhir ini mulai begtu akrab ditelinga kita.  Saya menangkapnya ini sebuah upaya untuk menjadikan teknologi informasi menjadi  ruang pertemuan yang mesra antara pemerintah dengan rakyat, antara rakyat dengan wakil rakyat.  Selama ini ada jarak antara pemerintah dengan rakyat sebagai pemberi amanah.  Terserah mau dimaknai “jarak” itu dalam konteks politik atau dalam makna jarak yang sebenarnya.  Tapi point pentingnya adalah sangat penting menciptakan “keintiman” antara pemerintah dengan rakyat agar kebijakan yang lahir betul-betul menjawab kebutuhan rakyat.

Cukup sering pula kita mendengar rakyat mengeluh bahwa kebijakan pemerintah tak sesuai dengan kebutuhan mereka.  Rakyat menuding para pejabat itu jarang “turun ke bawah” untuk menyerap aspirasi. Sementara Si Pejabat mengklaim kebijakan inilah yang dibutuhkan masyarakat.  Hubungan menjadi kurang mesra dan saling tuding.

Nah, disini saya ingin menyebutnya pengaduan masyarakat berbasis spasial.  Mungkin bukan hal yang baru.  Tetapi yang ingin ditekankan adalah dengan teknologi informasi yang begitu maju saat ini, masyarakat sangat bisa diandalkan untuk mengumpulkan sejumlah informasi penting untuk menunjang pembangunan baik di level pusat maupun daerah.  Masyarakat bisa menjadi narasumber dan enumerator sekaligus dalam mengumpulkan data dan informasi terkait pembangunan.  Pemerintah tentu bertindak sebagai server yang mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan kembali data dan informasi itu lalu diterjemahkan dalam bentuk kebijakan yang lebih konkrit.
Tak hanya orang kota, orang di desa saat ini sudah begitu familiar dengan telepon pintar (smartphone).  Orang-orang di desa juga telah menggenggam dunia.  Di dalam smartphone itu pula telah dilengkapi berbagai aplikasi antara lain kemampuan mengakses internet, GPS (Global Positioning System), google map, google earth, social media, dll. Perusahaan telekomunikasi sudah begitu kompetitifnya. Menara  BTS (Base Transceiver Station) telah tersebar dimana-mana untuk mendistribusikan informasi dari pengguna smartphone.
Ini adalah fasilitas super canggih untuk penyaluran aspirasi rakyat ke pemerintah dan wakil rakyat.  Idenya memang bukan hal baru.  Dulu telah ada pusat layanan pengaduan melalui sms dan telepon, namun kini informasi yang diolah dari masyarakat bisa lebih variatif dan informatif.  Hanya tinggal bagaimana me-manage informasi-informasi itu.

Pemerintah dapat mengelola informasi dari masyarakat dengan berbasis spasial dan bersifat time series.  Masyarakat dapat dengan mudah memanfaatkan teknologi internet, GPS, google map, kamera dan office word atau fasilitas mengetik lainnya yang telah terintegrasi dalam smartphone mereka.  Gunanya untuk menyampaikan aspirasi atau problem yang tengah terjadi di masyarakat langsung ke pemerintah.

Aplikasi GPS di smartphone
Misalkan saja informasi tentang infrastruktur.  Ada sebuah jalan raya yang baru saja dibuat dan telah mengalami kerusakan.  Masyarakat dapat men-jepret gambarnya dengan kamera smartphone yang mereka miliki.  Gambar itu dapat diberi informasi singkat (caption) untuk menjelaskan situasi infrastruktur yang rusak.  Gunakan aplikasi GPS ataupun google map untuk memberikan informasi lokasi pastinya atau referensi geometrik infrastuktur yang rusak tersebut.  Informasi ini dapat langsung dikirimkan ke media sosial yang telah disediakan pemerintah ataupun aplikasi chatting seperti whatsapp, BBM, line, dan lain sebagainya.  Bahkan untuk lebih meyakinkan informasi dapat berupa gambar bergerak (video).

Ini adalah informasi yang sangat berharga dan dijamin aktual bagi pemerintah.  Narasumber, lokasi, deskripsi dan objek tersaji sekaligus dalam informasi tersebut.  Lalu bagaimana pemerintah mengelola informasi itu..??

Informasi oleh pemerintah dikumpulkan dan dipilah berdasarkan jenisnya.  Setelah dikumpulkan dan dipilah, melalui referensi geometrik yang dikirimkan oleh masyarakat lalu dikawinkan (overlay) dengan data-data spasial (peta administrasi, peta pola ruang, peta jalan, peta perumahan, dan peta perencanaan pembangunan lainnya) yang dimiliki oleh pemerintah.  Proses ini untuk mengetahui sebaran keluhan terkait infrastruktur pada suatu wilayah.  Informasi yang lain dapat menjadi meta data untuk data spasial tersebut.

Informasi yang telah dikumpul, dipilah dan di overlay dapat dianalisis lebih lanjut untuk disajikan dan ditindaklanjuti melalui kebijakan.  Analisis selanjutnya dapat dilakukan sesuai dengan kreativitas pemerintah untuk menggambarkan secara lebih utuh tentang kondisi pembangunan dan apa yang diingikan oleh masyarakat.  Misalnya, informasi terkait infrastruktur dapat digunakan untuk melakukan evaluasi proyek.  Tentu menjadi hal yang aneh jalan raya yang baru setahun dibuat oleh masyarakt dilaporkan telah rusak parah.

Cara ini pun dapat dilakukan oleh pihak TNI dan kepolisian.  Melalui pengaduan masyarakat berbasis spasial ini, kepolisian dapat menghasilkan peta kerawanan sosial, peta konflik sosial, peta kerawanan lalu lintas dan peta-peta lainnya yang berkaitan dengan kemanan dan ketertiban.  Sehingga pencegahan sejak dini terkait tindak kejahatan dapat dilakukan.

Akhir-akhir ini kita sering diperdengarkan ribut-ribut soal dana aspirasi anggota DPR yang mencapai 20 milyar per anggota dewan pertahunnya.  Kalau hanya sekedar menyerap aspirasi masyarakat pada saat reses ataupun saat tertentu tentu itu menjadi pemborosan uang negara dan rakyat dapat menilainya sebagai bentuk korupsi terselubung. Atau 20 milyar tersebut untuk kegiatan pembangunan juga keliru karena itu adalah “gawean” eksekutif. Jika anggota DPR ingin betul-betul menyerap aspirasi rakyat di dapilnya, mereka dapat menggunakan cara-cara pengelolaan informasi masyarakat seperti diatas.  Tentu biaya yang dibutuhkan jauh dibawah angka 20 milyar.

Sudah waktunya negera ini betul-betul ikhlas dan serius melibatkan masyarakat dalam pembangunan khsususnya terkait tata kelola informasi pembangunan.  Saya yakin rakyat tak butuh duit  hingga ratusan juta dan milyaran rupiah untuk melakukan itu.  Rakyat cukup ikhlas melakukannya, toh ini demi kepentingan mereka juga.  Pertanyaannya adalah apakah pemerintah dan wakil rakyat itu memiliki political will yang sama ikhlasnya dengan rakyat..?? Entahlah, coba tanyakan pada rumput yang bergoyang.


Bogor, 13 Juni 2015
Pukul 09.25