Entri Populer

Pages

15 September, 2013

ARTIKEL EKOLOGI; HARMONISASI EKOLOGI DAN EKONOMI

 
Ilustrasi
Sudah umum diketahui bahwa isu lingkungan hidup merupakan salah satu isu global selain demokrasi dan hak asasi manusia.  Sejak akhir tahun 70-an, lingkungan hidup menjadi sebuah agenda politik, ekonomi dan bisnis global (Keraf, 2010).  Isu lingkungan mencuat dipermukaan dan menjadi perbincangan diberbagai forum sebagai akibat dari kritikan atas berbagai teori pembangunan di Negara dunia ketiga yang nota bene teori-teori tersebut adalah anak kandung dari modernism.  Modernism dengan berbagai teori pembangunannya ternyata membawa implikasi buruk terhadap keberlangsungan lingkungan hidup.

Kritik atas pembangunan di masa lalu bahkan hingga kini, pembangunan terlampau sering dimaknai sebagai pembangunan ekonomi pertumbuhan semata dimana Gross National Product (GNP) yang menjadi ukuran keberhasilan pembangunan.  Pembangunan ekonomi yang menekankan pada pertumbuhan semata, sering bertentangan dengan pelestarian lingkungan hidup.  Hal ini dikarenakan lingkungan hidup semata dianggap sebagai sumberdaya alam (natural resources) yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mendukung proses pembangunan.  Menyadari hal itu, belakangan mulai ada upaya untuk mempersandingkan antara ekonomi dan ekologi dalam jargon pembangunan berkelanjutan.

Permasalahan-permasalahan Sumberdaya alam dan lingkungan tadi tidaklah dapat diselesaikan dalam waktu singkat, dan mudah. Perlu waktu dan kerjasama semua pihak dalam menyelesaikan permasalahan tadi terutama dalam kegiatan pencegahan degradasi lingkungan. Degradasi Sumberdaya alam dan lingkungan yang terjadi pasti akan memberikan eksternalitas negatif kepada kita. Ekternalitas suatu kata yang diadopsi dari kata asing externality, yang menurut Fauzi. A (2004) eksternalitas adalah dampak (positif atau negatif), atau dalam bahasa formal ekonomi sebagai net cost atau benefit, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain.

Dampak pembangunan yang sangat terasa pada lingkungan hidup adalah pencemaran.  Karena ekonomi merupakan system terbuka, maka ketiga proses dasarnya (ekstraksi, prosesing/fabrikasi dan konsumsi) masing-masing menghasilkan residu (limbah) yang pada akhirnya akan kembali ke lingkungan.  Terlalu banyak ditempat dan waktu yang salah akan menyebabkan perubahan biologis dan perubahan lainnya (kontaminasi) yang selanjutnya dapat mengganggu atau merusak hewan/tanaman dan ekosistemnya (pencemaran).  Jika kerusakan tersebut selanjutnya berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan manusia, maka hal ini memenuhi atau melampaui batasan ekonomi pencemaran.  Batasan ekonomi pencemaran, mensyaratkan dua hal yaitu terjadinya pengaruh fisik terhadap lingkungan dan reaksi manusia terhadap pengaruh fisik yang bersangkutan.  Dalam bahasa ekonomi, telah terjadi kerugian (berkurang kesejahteraan) yang tidak terkompensasi karena adanya biaya eksternal yang berkaitan dengan disposal limbah ke media lingkungan yang melahirkan biaya social yang harus ditanggung masyarakat (Turner, Pearce dan Bateman, 1994).
 
Dasar pemikiran inilah yang mengharuskan untuk tidak mengabaikan pencemaran secara ekonomi (ekonomi pencemaran).  Karena bisa jadi suatu produk yang dihasilkan dari proses produksi ekonomi memiliki nilai dampak yang lebih tinggi dibanding harga barang itu sendiri.

Tulisan ini tidak hendak berpretensi untuk mengevaluasi pembangunan yang telah dan sedang berlangsung.  Tidak pula hendak mengurai secara detail bagaimana pencemaran itu lahir dari proses ekonomi pembangunan lalu merumuskan solusi konfrehensif atasnya.  Karena ruang dan waktu yang terbatas, setidaknya tulisan ini hendak mencapai: pertama, Memperkenalkan pendekatan ekonomi ekologi secara singkat untuk mengatasi masalah limbah dan pencemaran lingkungan. Kedua, Terbangunnya kesadaran kolektif tentang keberlanjutan lingkungan hidup dan tidak mengabaikan masalah lingkungan atau hanya menganggapnya sebagai pelengkap semata dari pembangunan. Dalam konteks tulisan ini pula, tidak dibedakan penafsiran antara limbah, sampah dan emisi. Maka dari sini, Pencemaran adalah konsekuensi dari adanya limbah, dimana pencemaran menjelaskan suatu kondisi jumlah dan kualitas limbah telah melewati standar baku mutu atau daya dukung lingkungan.


LIMBAH, POLUSI, SAMPAH

Ada beberapa pendapat tentang definisi sampah atau limbah.  Soewedo   (1983) menyatakan bahwa sampah atau limbah adalah bagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan yang biologis.  Sementara itu Suparmoko (1997) menyatakan bahwa sampah merupakan benda yang tidak dipakai lagi yang berasal dari berbagai lingkungan pemukimsn pertanian, industri dan sebagainya.  Menurut Tchobanoglous dkk, (1993) sampah adalah segala buangan padat atau semi padat yang dihasilkan dari aktivitas manusia atau hewan yang dibuang karena tak diinginkan atau digunakan lagi. Undang-Undang No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menjelaskan bahwa sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.  Undang-Undang ini membagi sampah berdasarkan sumbernya yakni sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga dan sampah spesifik (Fahimuddin, dalam Darmawan, 2012)

Polusi akibat industri (sumber)
Kemudian definisi polusi yang banyak digunakan adalah definisi menurut Holdgate (1979, Hal. 17). Zat atau energi yang disebarkan oleh manusia ke lingkungan yang menyebabkan gangguan kesehatan manusia, membahayakan sumber daya hidup dan sistem ekologi, kerusakan struktur atau kemudahan, atau gangguan dengan penggunaan dari lingkungan.

Dari sini dapat dipahami pula bahwa karena sampah merupakan konsep buatan manusia, sebagai konsekuensi dari proses produksi maka sampah tidak terbentuk secara alami.  Sampah tidak dapat dipandang atau dipahami sebagai suatu gejala alam yang sifatnya mengikuti hukum alam yang ada. Hadirnya sampah tidak dapat disamakan dengan gejala alam yang lain seperti gunung meletus ataupun gempa bumi.  Sampah harus dipahami sebagai gejala kemanusiaan.  Sehingga gejala alam yang terjadi (sehubungan dengan sampah) dapat dipahami secara tidak normal (gejala kemanusiaan) ketika terjadi karena diakibatkan oleh sampah.  Misalnya  banjir yang diakibatkan oleh adanya sampah mesti dipandang sebagai gejala kemanusiaan bukan gejala alam (Fahimuddin, dalam Darmawan, 2012).

Akar penyebab pencemaran terletak pada meningkatnya ketegangan antara populasi global kita, dan harapan kita yang meningkat dalam hal standar hidup, dan kegagalan kita untuk membayar perhatian yang tepat untuk ide-ide yang dirumuskan dalam 'Tragedy of Commons'. Selama berabad-abad kita telah menggunakan sumber daya Global seperti udara, air dan tanah, sebagai 'tempat sampah' untuk limbah manusia (Hardin, 1968).

Tumpukan sampah (sumber)
Dalam kegiatan ekonomi, produksi dan konsumsi suatu barang dapat menimbulkan manfaat atau menghasilkan produk yang bernilai guna pada pemiliknya atau pada orang lain. Tetapi sebaliknya juga dapat menghasilkan dampak yang merugikan atau menurunkan daya guna bagi orang lain. Keadaan dimana suatu proses dapat menimbulkan manfaat maupun kerugian pada orang lain disebut eksternalitas (Grafton, et al., 2004).

Dalam konsep ekonomi, pencemaran merupakan suatu eksternalitas yang terjadi bila satu atau lebih individu mengalami atau menderita kerugian berupa hilangnya kesejahteraan mereka (Monke dan Pearson, 1989). Meskipun setiap kegiatan ekonomi dapat menimbulkan eksternalitas, ahli ekonomi tidak merekomendasikan untuk menghilangkan eksternalitas. Hal ini karena ekternalitas optimal tidak harus sama dengan nol. Pandangan bahwa bebas externalitas bukan merupakan keputusan yang optimal, dapat dijelaskan dengan dua hal, yaitu: pada dasarnya lingkungan itu cenderung memiliki kemampuan asimilatif sehingga pada tingkat pencemaran tertentu, lingkungan masih dapat mengatasi secara alamiah; dan kenyataan menunjukkan bahwa pada tingkat tertentu, kegiatan ekonomi masih mampu mengatasi persoalan pencemaran ini dengan menggunakan teknologi pembersih limbah (Turner dan Pearce, 1991).

Pembangunan berkelanjutan sebagai proses peningkatan kesejahteraan masyarakat luas suatu bangsa secara terus-menerus dan dalam kurun waktu yang mencakup antar generasi.  Dalam ekonomi, keberlanjutan pembangunan menunjuk pada kemampuan untuk tumbuh dan berubah secara terus-menerus agar masyarakat  dapat menikmati tingkat kesejahteraan yang sekurang-kurangnya sama dari waktu ke waktu dan dari satu generasi ke generasi berikutnya.  Dalam upaya mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, sedikitnya ada tiga komponen keberlanjutan yang harus dicapai secara simultan untuk mewujudkan kondisi pembangunan yang berkelanjutan.  Ketiga komponen itu ialah keberlanjutan ekonomi (economic sustainability), keberlanjutan ekologi (ecology sustainability) dan keberlanjutan social (social sustainability) (Ahmad, 1992).

Dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan tersebut perlu adanya formulasi konsep pembangunan yang merefleksikan ketiga komponen diatas.  Salah satu upaya tersebut adalah dengan tidak mengabaikan faktor pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh adanya polutan, sampah atau limbah ke dalam perencanaan pembangunan.  Dalam analisis ini ada tiga hal yang akan diulas secara singkat yaitu biaya preventif pencemaran, biaya eksternalitas dan konsekuaensinya terhadap harga.


BIAYA PREVENTIF PENCEMARAN

Dalam situs Wikipedia biaya preventif pencemaran disebut dengan Biaya Pencegahan Polusi. Biaya pencegahan polusi adalah biaya yang dikeluarkan baik oleh perusahaan atau perorangan, dan/atau pemerintah untuk mencegah sebagian atau keseluruhan polusi. Dalam konteks ini, biaya pencegahan polusi yang dikeluarkan untuk menghindari polusi nilainya sama dengan kerusakan kesejahteraan masyarakat akibat polusi apabila biaya ini tidak dikeluarkan oleh perusahaan/perorangan/pemerintah.

Biaya preventif pencemaran ditekankan pada upaya untuk mencegah munculnya pencemaran pada proses pembangunan atau paling tidak mencegah terjadinya eskalasi dari pencemaran yang muncul.  Dokumen perencanaan pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah menjadi penting untuk diperhatikan karena dari proses penyusunan dokumen perencanaan akan dapat diidentifikasi sejak dini dimana dan apa saja dari proses pembangunan yang akan memicu munculnya sumber-sumber pencemaran.  Aplikasi biaya preventif pencemaran tidak hanya dapat diterapkan dalam perencanaan pembangunan Negara ataupun daerah.  Namun prinsip-prinsipnya dapat pula diterapkan dalam dokumen perusahaan.

Ilustrasi (sumber)
Biaya preventif pencemaran meniscayakan adanya inovasi tekhnologi.  Tekhnologi dalam proses ini menjadi domain utama dalam pembiayaan preventif pencemaran.  Penekanan penggunaan inovasi tekhnologi sebagai instrumen untuk pelaksanaan pembangunan yang efisien dan efektif.  Artinya efisiensi dan efektifitas tekhnologi tersebut diukur dari seberapa besar jumlah pencemaran yang tidak dihasilkan.  Atau dengan kata lain indikator keberhasilan dari pembangunan salah satunya adalah kemampuan untuk tidak menghasilkan pencemaran dalam proses pembangunan.

BIAYA EKSTERNALITAS

Ekternalitas terjadi bila suatu kegiatan menimbulkan manfaat atau biaya bagi kegiatan atau pihak diluar pelaksanaan kegiatan tersebut.  Eksternalitas dalam biaya inilah yang disebut pula sebagai biaya sosial.  Perbincangan mengenai biaya sosial ini sesungguhnya berkaitan dengan masalah pencemaran lingkungan yang sebagai akibatnya adalah kerusakan lingkungan hidup yang dapat dianggap sebagai biaya pembangunan ekonomi (Soeparmoko, 1989).

Dampak yang dituju oleh kegiatan ekonomi tetapi dirasakan pihak selain pelaku disebut eksternalitas (externalities). Konsumen dan produsen tidak memasukkan eksternalitas ini, baik yang positif maupun yang negative sebagai keuntungan atau biaya dari kegiatan ekonomi yang dilakukannya.  Di dalam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dikenal istilah eksternalitas ekonomi (economic externalities), eksternalitas ekologi (ecology externalities) dan eksternalitas sosial (social externalities). Selain itu, teori ekonomi juga menawarkan alternative bagi pengelolaan imbas-pengaruh kegiatan ekonomi (impact and incident) juga mencakup bahkan menekankan peran manusia sebagai actor atau pelaku kegiatan ekonomi (Ahmad, 1992).

(sumber)
Mengingat nilai kerusakan lingkungan ini tidak diperhitungkan oleh pelaku ekonomi dalam melakukan kegiatannya maka kondisi semacam ini akan mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan secara terus menerus (Howe, 1976).  Dalam rangka membangun  sistem ekonomi yang efisien dan berwawasan lingkungan, maka setiap kegiatan ekonomi seharusnya melakukan proses yang dikenal dengan internalizing external costs yaitu memperhitungkan biaya lingkungan atau nilai kerugian yang diderita oleh pihak lain sebagai salah satu komponen biaya produksi.

Antara biaya preventif pencemaran dan pada biaya eksternalitas sama-sama memberikan sensitifitas yang tinggi terhadap munculnya pencemaran dan dimasukkan dalam biaya produksi.  Hanya saja, biaya eksternalitas seolah memaklumkan munculnya pencemaran lingkungan dan kemudian “mengobati” atau mengatasi pencemaran tersebut melalui biaya eksternalitas.

Kedua biaya tersebut bukan berarti tidak memberikan konsekuensi.  Secara umum, dapat mempengaruhi kondisi ekonomi makro karena berpotensi untuk mendorong peningkatan harga produk sebagai hasil dari proses produksi. Karena faktanya dalam praktek kehidupan sehari-hari, harga ditentukan melalui mekanisme pasar. Yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa harga yang dimaksud pada umumnya hanya mencakup biaya produksi, distribusi, promosi dan administrasi. Sementara kerusakan lingkungan yang mungkin ditimbulkan (misalnya berupa pencemaran) akibat dari proses produksi barang tersebut tidak pernah diperhitungkan. Sebagai contoh, hampir semua perusahaan tidak memasukkan biaya pencemaran ke dalam sistem akuntansinya meskipun telah mengeluarkan limbah yang mencemari lingkungan. Akibatnya, harga yang berlaku di pasaran terlalu rendah dibandingkan harga yang seharusnya diterapkan.

Peningkatan harga produk tentu dapat mendorong penyesuaian harga-harga yang lain serta mendorong terjadinya inflasi.  Bisa jadi, peningkatan harga produk akan dianggap sebagai bentuk ketidakadilan ekonomi karena konsumen harus menanggung biaya pencemaran yang tidak dilakukannya.  Dalam konteks pemerintah, akan mendorong peningkatan jumlah subsidi pada sector pembangunan tertentu namun disisi lain adanya peningkatan bea cukai atau pajak pada sector lainnya. 
 
***** 

Pripsip dasar dalam dunia kesehatan adalah tindakan pencegahan munculnya penyakit (preventif) jauh lebih penting dan diutamankan ketimbang tindakan penyembuhan (kuratif).  Demikian pula masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh adanya sampah, limbah atau polutan.  Tindakan preventif ini tidak hanya dilakukan pada skala rumah tangga namun pada skala yang lebih besar seperti kawasan industri atau proses pembangunan lainnya.  Tindakan preventif pencemaran membutuhkan inovasi tekhnologi yang lebih baik untuk menghindari munculnya sumber pencemaran.  Bertindak untuk tidak menghasilkan pencemaran sama halnya dengan menginvestasikan kebaikan pada kehidupan mendatang.  Menyelamatkan kehidupan anak cucu kita.

Bogor, 14 September 2013

4 komentar:

  1. Mungkin sudah saatnya kita mengembangkan instrumen biologi untuk mengganti instrumen fisika dan kimia. pembumiannya mungkin menciptakan makhluk lain untuk berkendara..... atau menciptakan kemasan pengganti plastik yang hidup, atau banyak hal lain yang dapat mati dan terurai. hehehe hanya fiksiku belaka.....

    BalasHapus
  2. tidak ada yg tidak mungkin karya-karya inivatif bemula dari khayalan tingkat tinggi.,ehehehe

    BalasHapus
  3. Dasar tukang hayal.... kapan maen ke jogja min? saya lagi ada proyek biokimia membuat makhluk ini.....

    BalasHapus
  4. smua karya fenomenal bermula dari khayalan Bro.,nntilah klu ada rezeki bro,tp bgs juga klu mas bro menfasilitasi.,heheheh

    BalasHapus