Entri Populer

Pages

05 Februari, 2009

HmI DALAM PERGULATAN SEJARAH; Refleksi Milad HMI Ke 62


H
ari ini, tepatnya tanggal 5 Februari 2009 HMI (baca anggota) memperingati usianya yang ke 62 tahun. Ini adalah buah tangan dari Lafran Pane dan kawan-kawan sebagai The Founding Fathers ketika tahun 1947 memproklamirkan berdirinya Himpunan mahasiswa Islam (HmI). Saya sebenarnya secara pribadi lebih mengacu pada aturan normatif HmI yakni milad HmI seharusnya berdasarkan berdirinya sesuai penanggalan Hijriah yakni pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H. Namun, entah mengapa tradisi euforia dan pesta pora perayaan milad itu oleh kader HmI lebih mengacu pada tahun Masehi ketimbang tahun Hijriah. Saya kadang berfikir nyeleneh, mungkin saja karena 5 Februari lebih berdekatan dengan tanggal 14 Februari yakni perayaan Valentine days ketimbang 14 Rabiul Awal berdekatan dengan 12 Rabiul Awal yakni hari kelahiran Baginda Rasulullah Muhammad (Maulid). Tulisan ini pun juga memanfaatkan moment euforia itu.

Usia 62 tahun, yach usia yang sudah tak muda lagi. Ibarat manusia, pada usia itu sudah beranak cucu, rambut sudah memutih dan kulit keriput, telinga mulai tuli dan mata telah rabun, gerak fisik tak tangkas lagi dan pikiran mulai pikun, badan membungkuk, tulang melapuk dan daya tahan memburuk akibatnya suka batuk-batuk dan penyakit mudah masuk. Yach., orang bilang pada usia itu manusia sudah bau tanah dan tidak lama lagi masuk liang lahat dan bergelar almarhum. Namun, dibalik usia yang tua dan badan yang renta itu ada sederet prestasi yang telah di raih dan sejarah yang pernah terukir.

Memang HmI tidak bisa disamakan dengan badan organis manusia dimana pada pada fase tertentu mengalami penurunan kualitas yang berpengaruh pada penurunan produktivitas. HmI adalah sebuah entitas yang memiliki struktur organis tertentu yang telah didesain agar mampu berakselerasi dan beradaptasi terhadap perubahan ruang dan waktu. Namun anehnya, fenomena tua dan renta yang identik dengan seorang manusia juga terjadi di HmI. HmI mengalami penurunan produktivitas dan hampir-hampir sudah tak mampu lagi berkarya. Seiring dengan pertambahan usia, HmI harusnya bertambah dewasa, kuat dan sehat. Namun anehnya justru HmI seolah mengidap suatu penyakit yang semakin parah dan hari ini penyakit itu dalam stadium yang akut.

Tak bisa dipungkiri, HmI memang pernah punya sejarah. HmI pernah mewarnai perjalanan bangsa ini dengan memberikan konstribusi positif. Melalui rahimnya, HmI berhasil melahirkan dan membesarkan kader-kader bangsa. Tetapi sejarah akan terus berjalan dan berjalan. Setiap generasi pasti punya sejarah sendiri dan kita tidak mungkin hidup dalam (bayang-bayang) sejarah masa lalu.

Secara normatif HmI memiliki konsepsi tentang pribadi kader yang juga sekaligus menjelaskan konsepsi kemanusiaan yang kaffah. Hal itu secara gamblang tersurat dalam tujuan HmI, terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Konsepsi kemanusiaan ini yang dikenal dengan terminologi Insan Cita. Nilai-nilai seorang Insan Cita harus termanifestasi dalam satu nilai dasar perjuangan yang meliputi dimensi kehidupan kader yakni dimensi keilmuan, dimensi keislaman, dimensi ummatan/kebangsaan, dimensi kemahasiswaan dan dimensi keorganisasian.

Seorang kader HmI mestinya merefleksikan nilai-nilai insan cita itu. Dari situ pula menjelaskan peran dan tanggung jawab seorang kader. Tanggung jawab seorang kader tidak hanya meng up grade diri dan mengembangkan potensi keilmuannya secara kognitif. Namun lebih jauh dari itu, ada tanggung jawab secara sosial/keummatan yang harus diemban dan dilaksanakan. Tanggung jawab tersebut kemudian menjadi suatu gerak kemanusiaan yang berpijak pada sirkuit idiologi yang jelas. Nah dari sini pada akhinya HmI dan kader-kadernya akan menjadi Rahmatan Lil Alamin bukan Laknatan Lil Alamin.

Namun yang terjadi hari ini, justru HmI terpelanting semakin jauh dari konsepsi ideal normatif tersebut. HmI cenderung tenggelam dalam perilaku pragmatisme dan oportunisme. HmI lebih tertarik dalam aktivitas politik praktis, larut dalam konflik internal untuk memperebutkan jabatan dan posisi tertentu. Lihat saja dalam setiap aktivitas politik mulai dari level kampus sampai negara ada anak HmI terlibat disitu. Bahkan tidak jarang dalam momentum politik itu yang menjadi kandidat adalah anak HmI ataupun KAHMI. Tiba-tiba saja saya merasa HmI menjadi partai politik malu-malu yang hanya melahirkan kader politik.

Yang parahnya interaksi kaderpun kemudian dipandang secara politis sehingga semua hal harus ditransaksikan. Bahkan ruang pengkaderan yang harusnya “suci” digiring pada ranah pragmatisme politik yang profan dengan menganggap proses pengkaderan sebagai investasi politik. Buseett…!!. Bagi saya politik hanyalah sebagai alat bukan tujuan. Itupun harus dijalankan dengan mekanisme yang etis bukan mengahalalkan segala cara.

Jelas fenomena ini dalam lintasan sejarah HmI punya titik balik. Saya berpendapat bahwa, titik balik itu terjadi ketika HmI mengalami perubahan asas dari Islam ke Pancasila pada tahun 1985. Perubahan asas ini mengakibatkan tidak hanya terpecahnya HmI menjadi dua kubu besar yakni HmI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) dan HmI Dipo. Tetapi HmI mulai sangat dekat dengan kekuasaan, lebih akomodatif dengan politik praktis dan kehilangan kritisisme di hadapan para penguasa. Dan hal ini terus terjadi sampai hari ini kendati asas HmI telah berubah kembali menjadi Islam pada tahun 1999.

Sudah seharusnya pada momentum milad HmI kali ini menjadi titik balik sejarah HmI untuk mengembalikannya pada khittah perjuangan HmI. HmI harus melakuan suatu rejuvinasi untuk menangani fenomena renta dan ketuaan. Dari situ karya bisa dilahirkan, produktivitas bisa ditingkatkan. HmI harus betul-betul hadir sebagai Rahmatan Lil alamin. Sekiranya HmI tidak mampu berdialektika dan berakselerasi dengan ruang dan waktu dalam gerak sejarah kemanusiaan yang kaffah (Insan Cita) lebih baik bubarkan saja HmI. Titik….!

Selamat bereuforia dalam milad…!!

Tamalanrea, Makassar

5 Februari 2009 pukul 02:24 dini hari WITA

0 komentar:

Posting Komentar