Entri Populer

Pages

03 Februari, 2009

SAVE OUR EARTH..!!

LINDUNGI BUMI KITA...!

D
ipenghujung abad ke-20 ketika banyak para filsof dan pemikir baik ilmu humaniora maupun eksact, mulai dari simposium, seminar sampai diskusi pelataran dan warung kopi, bangunan modernitas mulai digugat dan dipertanyakan. Modernism dianggap gagal untuk menjawab persoalan-persoalal kemanusiaan kendati tidak bisa dipungkiri bahwa secara empirik peradaban manusia yang ada sekarang adalah bentukan dari modernism. Hanya saja, dibalik kesuksesan modernism dalam membentuk peradaban tersebut melahirkan mimpi buruk dan momok yang sangat menakutkan bagi sejarah kemanusiaan itu sendiri. Era sejarah kemanusiaan yang menegasikan modernism itu yang kita kenal dengan postmodernisme.

Laksana banjir bah, berbagai wacana kritis tak bisa terbendung untuk menyapu bersih sampah modernism. Mulai dari ideology, paradigm pembangunan, idustrialisasi, gaya hidup (life style), ekonomi, politik, pertanian dan berbagai segmen kehidupan lainnya, semuanya kembali digugat dan dipertanyakan. Tak terkecuali persoalan yang lagi hangat dibicarakan oleh hampir seluruh manusia di bumi ini yakni persoalan rumah kita, tempat tinggal kita yaitu bumi (earth).

Apa sebenarnya yang sedang terjadi pada bumi ini, the home to living together…? rumah kita bersama tempat kita tinggal..? mengapa pula modernism harus dipersalahkan..?

Sejak tembok kekuasaan para pendeta di Eropa yang bersembunyi di balik benteng mereka (baca : gereja) berhasil diruntuhkan oleh pemikiran kritis para filsuf, Eropa kemudian memasuki satu babakan sejarah baru yang disebut Renaisence (zaman pencerahan) yang dalam istilah jerman disebut Aufklarung. Babakan sejarah ini menuntut adanya kebebasan berfikir manusia yang sebelumnya pikiran-pikiran bebas tersebut terpenjara oleh dogma para pendeta dan dari dogma itu para pendeta sekaligus memonopoli kebenaran pada masa itu. Ketika pikiran bebas manusia terpenjara maka sekaligus akan membunuh kreatifitas manusia maka progres pun tidak akan terjadi.

Kemerdekaan berfikir ini sekaligus menjadi awal dimulainya zaman modern, zaman yang penuh progres. Kelompok-kelompok agamawan disebut sebagai kelompok ortodoks atau tradisional sementara manusia-manusia pro modern oleh kelompok agamawan dituding sebagai kelompok sekuler.

Laksana tumbuhan dimusim penghujan, modernisme kemudian bertumbuh begitu suburnya. Melalui proses fisiologis mekanis yang terjadi dalam tubuh modernisme, ia kemudian berbunga, kuncup, mekar Lalu berbuah. Karena respirasi dan fotosintesisnya mekanis maka Buahnya pun adalah buah mekanis.

James Watt adalah orang pertama yang memetik buah mekanis itu ketika ia menemukan mesin uap. Rasa buah mekanis itu sangat manis. Manis yang mekanis pula tentunya karena mesin uap itu bermetamorfosis menjadi satu pabrik besar, lalu menjelma menjadi satu kota besar, dari kota besar itu menjadi satu negara besar, negara industri. Dan hari ini, bumi kita, rumah tempat kita tinggal telah menjadi dunia industri raksasa. Peradaban manusia yang mekanistik (mecanistic civilization).

Rupa-rupanya, buah-buah mekanis tadi menjadi boomerang bagi manusia itu sendiri. Buah-buah mekanis tadi justru kembali mengancam keberadaan dan keberlanjutan bumi beserta kehidupan di dalamnya. Betapa tidak, industrialisasi sebagai buah mekanis dari modernisme menyisakan emisi/sampah yang bersifat toksit bagi bumi dan mengancam keseimbangan dan keberlanjutan ekosistem (Ecosystem Sustainability) di bumi termasuk manusia. Kendati bumi ini telah didesain sedemikian rupa untuk bisa menetralisir dan mendaur kembali emisi yang terbuang dalam biosfer untuk tetap menjaga keseimbangan, namun dalam perbandingan jumlah dan waktu, jumlah emisi yang terbuang jauh lebih banyak dibanding kecepatan bumi untuk menetralisir emisi tersebut.

Entah mengapa manusia-manusia modern itu terus saja mengeksplotasi bumi ini. Dengan mengikuti hasrat keserakahan bumi ini terus saja di keruk. Bumi dipaksa untuk memuntahkan isi perutnya yang berharga itu dalam bentuk mineral tambang (mineral mining). Tidak hanya itu permukaan daratan dan lautan juga ikut diekploitasi. Hutannya habis di tebang dan berbagai jenis hayati laut (berbagai jenis ikan dan terumbu karang) semakin langka karena ditangkap secara massal.

Aktivitas industri dan kenderaan bermotor menyisakan emisi dan sumber polutan yang terbuang bebas di daratan, lautan dan udara. Suhu bumi meningkat secara global dan drastis akibat emisi gas rumah kaca (GRK). Sebutlah Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitroksida (N2O), Hidrofluorokarbon (HFCs), Perfluorokarbon (PFCs), Sulfurheksafluorida (HF6).

Sampah turut menghasilkan gas metan (CH4) sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca (GRK). 70% gas (CH4) metan di tempat pembuangan akhir (TPA) diemisikan ke atmosfer. Bayangkan saja, 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metan. Sehingga prediksi pada tahun 2020 jumlah sampah sebanyak 190.000 ton/thn yakni sama dengan 9.500 ton/thn gas metan diemisikan ke atmosfer

Yup.., Secara serta merta bumi ini tercemar, ketidakseimbangan ekosistem terjadi secara global. Bumi ini dalam keadaan sakit dan sekarat. Ibarat manusia, penyakitnya dalam stadium yang akut dan sebentar lagi akan wafat. Bumi ini mengidap suatu penyakit perubahan iklim yaitu pemanasan global (Global Warming).

Dampak yang muncul (sekarang telah sering terjadi) akibat dari Global warming tersebut antara lain hilangnya pulau-pulau kecil akibat kenaikan permukaan air laut, punahnya biota laut dan terumbu karang akibat suhu air laut yang maningkat, kenaikan suhu udara dan peningkatan penguapan serta bencana alam dimana-mana. Faktor iklim mempengaruhi penyebaran penyakit, seperti iritasi kulit, demam berdarah dan malaria. Peningkatan curah hujan dan jumlah hari hujan, berbanding lurus dengan peningkatan kasus demam berdarah.

Diperkirakan pada tahun 2100 Kenaikan Permukaan Air Laut (Sea Level Rise-SLR) setinggi 90 cm. Berdasarkan Hasil Studi IMPACT EVALUATION OF SEA LEVEL RISE ON INDONESIAN COASTAL CITIES yang dilakukan oleh KOBAYASHI, Hideyuki (2004) Dampak SLR di Kota Makassar yakni Lahan yg tenggelam 22.9 ha, Populasi manusia yang terkena dampak 5,840 rumah tangga, Bangunan terkena dampak 4,168 bangunan .

Padahal jauh sebelum itu seorang filsof Alfred North Whitehead telah mengingatkan bagaimana cara berinteraksi dengan lingkungan. Whitehead memandang bahwa lingkungan atau alam semesta bersifat Bipolar. Dalam pandangan Whitehead setiap entitas, seperti halnya manusia terdiri dari anasir mentalitas dan material. Kesatuan anasir mentalitas dan material dalam satu entitas tersebut itulah yang dikenal bipolar. Anasir mentalitas lingkungan yang disebut dengan nilai intrinsik dan nilai istrumental merepresentasikan anasir material lingkungan. Dari pandangan ini, Whitehead menempatkan lingkungan/bumi tidak semata sesuatu yang statis yang selalu dieksploitasi.

Lantas.., apakah hari kita harus terus-terusan mengkritik dan mencaci-maki modernism…..? Kritikan dan caci-makian tidaklah cukup. Semua harus segera ditindaklanjuti dengan perbaikan dan pembenahan disana-sini, sebelum tiba masa dimana kita hanya mampu mengepulkan kenangan tentang bumi yang indah, laut dan langit yang birunya tak jauh beda, hamparan hijau savana dan mekarnya bunga-bunga di mesim semi serta kicauan burung di pagi hari.

Finnaly.., Tidak ada kata terlambat dan menyerah untuk membenahi bumi ini, rumah tempat kita tinggal bersama (home to living together). Satu tindakan membenahi bumi ini maka akan menciptakan beberapa peluang hidup. Bukan hanya untuk kita, tapi juga menyelamatkan kehidupan beberapa generasi sesudah kita, anak cucu kita.

So..,Jangan tunda-tunda lagi..! Think and do something, now…! Ya, di tempat duduk anda sekarang, lakukan…!!!

Makassar, Agustus 2008

0 komentar:

Posting Komentar