Entri Populer

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

28 September, 2013

RENUNGAN II: HIDUP ADALAH PILIHAN-PILIHAN


Ilustrasi


Orang bijak bilang hidup adalah pilihan-pilihan.  Setiap pilihan itupun pasti akan memiliki konsekuensinya  sendiri-sendiri.  Ibaratnya, hidup ini adalah sebuah perjalanan  dan kita adalah seorang musafir .  Setiap saat dalam perjalanan musafir  itu  selalu saja menemui persimpangan jalan.  Mustahil musafir  akan melewati lebih dari satu simpang jalan sekaligus.  Musafir yang baik adalah memilih simpang jalan yang ia fahami betul kemana arah jalan itu karena sekali melewati jalan itu, maka tidak akan pernah ia dapat  kembali berbalik arah dan untuk melewati jalan yang lain.

Demikian pula pilihan-pilihan hidup tersebut.  Kita tidak mungkin menjalankan lebih dari satu pilihan yang kontradiktif secara sekaligus.  Kontradiksi disini tidak hanya sebatas kontradiksi pada wilayah benar salah, namun kadang-kadang juga menyangkut mana yang punya skala prioritas lebih besar.  Pilihan yang bijak adalah kita faham sepenuhnya apa pilihan itu, konsekuansi apa yang mungkin hadir, kita mampu mengkalkulasi variable apa saja yang akan terlibat dalam pilihan itu dan kita memang mampu menjalani pilihan tersebut.  Seperti halnya sang musafir tadi, kita hanya punya satu kali kesempatan untuk memilih dan setelah memilih kita mustahil kembali ke masa lalu untuk mengambil pilihan yang lain setelah menyadari bahwa pilihan pertama kita keliru.  Pada situasi seperti ini, biasanya penyesalan yang akan menguasai diri kita.

Penyesalan adalah hal yang sangat manusiawi dan penyesalan bukan sesuatu keburukan. Bahkan penyesalan menyadarkan kita pada keburukan yang kita lakukan dan menunjukkan kita pada wajah kebenaran yang baru.  Penyesalan akan kehilangan makna dan urgensinya ketika kita terus saja larut dalam penyesalan itu tanpa mengambil langkah baru yang lebih berarti, atau justru membuat kita semakin naïf melihat kehidupan dan sesegera mungkin kita mengakhiri hidup karena hidup ini sudah tidak bermakna lagi dan sudah tidak layak untuk diperjuangkan. 

Atau mungkin terjebak pada logika keterlanjuran, hingga terus-terusan berkubang pada keburukan yang kita sadari sembari terus-terusan meyakinkan diri bahwa “..saya tidak berdaya untuk keluar dari tempat ini.  Biarlah..biarlah saya terus berada disini, pasrah bersama keburukan ini, entah sampai kapan..”.

Padahal penyesalan yang menyadarkan kita pada keburukan dan menunjukkan wajah kebenaran baru itu sudah cukup menjadi alasan yang sangat logis untuk berinisiatif melakukan perbaikan, melihat peluang-peluang baru, menciptakan pilihan-pilihan baru dan mengambil langkah baru yang lebih bijak.  Lagi pula energi yang digunakan untuk terus berkubang pada keburukan dan mengkonservasi keyakinan ketidakberdayaan, jauh lebih besar ketimbang energi untuk memulai semua perbaikan itu.  Kita hanya membutuhkan sedikit saja keberanian untuk memulai sesuatu yang lebih berarti dan memberikan kepercayaan pada diri sendiri.  Dan keberanian itu akan muncul dalam diri dengan memunculkan ketakutan dan kebencian untuk melakukan keburukan.

Dermaga, Bogor
28 September 2013.
 

RENUNGAN I: HIDUP ADALAH PERJALANAN


Kebimbangan lagi-lagi hadir.  Aku sudah begitu akrab pada kebimbangan ini sejak aku belajar memaknai pesan-pesan realitas yang hadir telanjang dihadapanku.  Bahkan karena kejelasanya aku menjadi buta akan makna-makna realitas itu. 

Perjalananku mengajarkan aku tentang definisi kehidupan, menentukan tujuannya dan memecahkan misteri-misterinya.  Namun, sampai hari ini semua pertanyaan itu masih saja mengawang di atas kepalaku.  Keberanian dan semangat selalu kutanamkan dalam diriku untuk mencari referensi kehidupan, membaca buku dan kitab, novel dan puisi, menghadiri seminar dan mejelis, membuka ruang diskusi dan dialektika mulai dari tema serius sampai nyeleneh. Bahkan ku sempatkan tuk bertanya pada orang-orang yang kutemui di jalan.  Tetap saja aku merasa belum menemukan kejelasan atas pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kehidupan.

Sembari belajar, aku berani untuk merumuskan semuanya.  Tak jarang, laksana teka-teki puzzle, aku bongkar-pasang kehidupanku sendiri.  Kumulai dengan perencanaan, membangun praduga-praduga, desain, temukan bentuknya, kuuji kemudian terdekonstruksi lalu terbongkar.  Kubangun lagi perencanaan baru, praduga-praduga, mendesain, kutemukan bentuknya, ku uji, terdekonstruksi lalu terbongkar lagi, demikian seterusnya.  Bahkan kadang-kadang aku berfikir bahwa kehidupan ini adalah laboratorium raksasa,  diriku adalah ilmuwannya yang senantiasa bereksperimen, mengutak-atik rumus dan mencampur senyawa-senyawa kehidupanku sendiri.

Entah mengapa, setiap kali  aku bereksperimen memulai satu perencanaan dan kuakhiri dengan dekontruksi kutemukan satu mutiara atau prinsip.  Kubuat lagi satu rencana baru dan kuakhiri dengan dekonstruksi ketemukan lagi satu mutiara atau prinsip.  Demikian pula seterusnya.  Lalu mutiara-mutiara atau prinsip-prinsip yang kutemukan tadi aku kumpulkan. Lalu ku ramu lagi sebagaimana proses sebelumnya sehingga kutemukan lagi satu mutiara atau prinsip yang lebih berharga.

Hingga aku coba keluar dari logika laboratorium ini dan melihatnya dari jauh.  Muncul pertanyaan, mungkinkah dengan menjawab misteri kehidupan ini akan memunculkan misteri yang kualitasnya lebih tinggi dengan kualitas jawaban yang lebih tinggi pulaJawaban berkualitas itu kemudian menjadi misteri yang lebih berkualitas lagi hingga menemukan yang sangat Maha Misteri, rahasia dibalik rahasia yang lebih rahasia hingga menemukan yang Maha Rahasia.

Guruku, perjalananku itupun menemukan kebingungan lantaran hamparan  misteri hadir dengan telanjang dihadapanku, dengan sangat jelas.  Bahkan karena jelasnya, akupun menjadi tidak jelas tentang kejelasan kemisterian. Hingga akhirnya aku dan guruku tidak mengetahui apa-apa.  Laksana telapak tangan kita sendiri kita letakkan melekat di kedua mata kita.  Karena jelasnya telapak tangan kita itu, mata kita tidak mampu melihatnya dengan jelas bahwa ia adalah misteri yang jelas.


Senin, 7 April 2008
Pukul 22:59
 

26 September, 2013

PEREMPUAN ITU MATI MUDA


Ilustrasi



Hari ini saya betul-betul tersontak kaget.  Membaca pesan belasungkawa seorang sahabat kepada seorang perempuan muda di wall facebook.  Pesannya kurang lebih seperti ini:

Innalillahi. Saya baru tahu kabar ini. Serasa baru kemarin saya chatting denganmu yang selalu merindukan dan menanyakan kabar Ara. Semoga Tuhan selalu melapangkan jalan untukmu di alam sana. (Yusran, Dwiagustriani, Ara).

Awalnya saya kurang yakin, ternyata pesan ini ditujukan pada seorang perempuan muda yang telah almarhumah ke wall facebooknya. Saya terus menelusuri wall facebook perempuan muda itu.  Saya semakin yakin setelah membaca banyak pesan belasungkawa. Ya, perempuan itu telah mati muda.

Tak banyak informasi yang saya dapatkan tentang sebab kematiannya. Sahabat Yusran hanya membeberkan kepada saya ia meninggal karena geger otak setelah tertabrak mobil tanggal 22 September yang lalu.  Saya baru mengetahuinya hari ini melalui facebook beberapa hari setelah ia meninggal.

Nama akun facebooknya Reni Azis namun saya akrab menyapanya Reni.  Saya baru mengenalnya beberapa bulan yang lalu setelah ia mengirimkan pesan inbox.  Rupa-rupanya ia ingin menjalin komunikasi pada semua alumni Unhas karena ia juga alumni Unhas.  Setelah selesai kuliah di Unhas, kembali ke kampung halamannya di Kolaka lalu bekerja di PT Antam.

Semasa saya mengenal dia, ia lebih sering menanyakan senior sejurusannya yang juga sahabat saya Yusran Darmawan.  Ia pula menceritakan tentang keluarganya. Menceritakan kesedihan dan kerinduannya kepada ayahnya yang telah meninggal.  Saya menangkap kesan kesedihan itu masih ia rasakan begitu sangat. Sosok yang selama ini mengayomi dan melindungi.  Namun ia tetap untuk menjadi kuat. Terlebih lagi ia adalah anak pertama yang hendak memberi keteladanan pada adik-adiknya.

Rupa-rupanya kerinduannya pada ayahnya terjawab oleh Tuhan dengan menyusul ayahnya dengan cara yang tragis.  Ia meninggal setelah tertabrak mobil dalam sebuah kecelakaan.

Setelah mendengar berita duka ini, saya lalu terdiam dalam suasana batin yang pekat merenungi kematian. Sungguh kematian adalah misteri yang lebih jelas untuk diresapi ketimbang diungkapkan dengan kata-kata.

Bagi para sufi, kematian adalah bahasa kerinduan.  Sesuatu yang amat dinanti untuk bertemu pada wajah Sang Kekasih.  Bagi para sufi, kematian bukanlah hal yang menakutkan melainkan awal untuk kebahagiaan yang abadi. Kematian hanyalah selaput tipis yang membatasi dua kehidupan. Jadi tak ada alasan untuk takut pada kematian.

Saya teringat pada syair lagu Bimbo:

Pesan Nabi jagan takut mati
Walau kau sembunyi dia kan hampiri
Tetapi takutlah pada kehidupan setelah kau mati
Pesan Nabi jagan takut mati
Walau kau sembunyi dia kan hampiri
Tetapi janganlah kau berbuat menyebabkan mati

Selamat jalan sahabatku Reni Azis, semoga Yang Maha Pengasih memberi engkau tempat terbaik disisi-Nya, mendampingi ayahmu yang telah mendahuluimu. Amin..,

Mari kawan, kirimkan Alfatihah untuknya..,Bismillahirrahmanirrahim...

Bogor, 26 September 2013.
Pukul 15.15 WIB

15 September, 2013

ARTIKEL EKOLOGI; HARMONISASI EKOLOGI DAN EKONOMI

 
Ilustrasi
Sudah umum diketahui bahwa isu lingkungan hidup merupakan salah satu isu global selain demokrasi dan hak asasi manusia.  Sejak akhir tahun 70-an, lingkungan hidup menjadi sebuah agenda politik, ekonomi dan bisnis global (Keraf, 2010).  Isu lingkungan mencuat dipermukaan dan menjadi perbincangan diberbagai forum sebagai akibat dari kritikan atas berbagai teori pembangunan di Negara dunia ketiga yang nota bene teori-teori tersebut adalah anak kandung dari modernism.  Modernism dengan berbagai teori pembangunannya ternyata membawa implikasi buruk terhadap keberlangsungan lingkungan hidup.

Kritik atas pembangunan di masa lalu bahkan hingga kini, pembangunan terlampau sering dimaknai sebagai pembangunan ekonomi pertumbuhan semata dimana Gross National Product (GNP) yang menjadi ukuran keberhasilan pembangunan.  Pembangunan ekonomi yang menekankan pada pertumbuhan semata, sering bertentangan dengan pelestarian lingkungan hidup.  Hal ini dikarenakan lingkungan hidup semata dianggap sebagai sumberdaya alam (natural resources) yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mendukung proses pembangunan.  Menyadari hal itu, belakangan mulai ada upaya untuk mempersandingkan antara ekonomi dan ekologi dalam jargon pembangunan berkelanjutan.

Permasalahan-permasalahan Sumberdaya alam dan lingkungan tadi tidaklah dapat diselesaikan dalam waktu singkat, dan mudah. Perlu waktu dan kerjasama semua pihak dalam menyelesaikan permasalahan tadi terutama dalam kegiatan pencegahan degradasi lingkungan. Degradasi Sumberdaya alam dan lingkungan yang terjadi pasti akan memberikan eksternalitas negatif kepada kita. Ekternalitas suatu kata yang diadopsi dari kata asing externality, yang menurut Fauzi. A (2004) eksternalitas adalah dampak (positif atau negatif), atau dalam bahasa formal ekonomi sebagai net cost atau benefit, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain.

Dampak pembangunan yang sangat terasa pada lingkungan hidup adalah pencemaran.  Karena ekonomi merupakan system terbuka, maka ketiga proses dasarnya (ekstraksi, prosesing/fabrikasi dan konsumsi) masing-masing menghasilkan residu (limbah) yang pada akhirnya akan kembali ke lingkungan.  Terlalu banyak ditempat dan waktu yang salah akan menyebabkan perubahan biologis dan perubahan lainnya (kontaminasi) yang selanjutnya dapat mengganggu atau merusak hewan/tanaman dan ekosistemnya (pencemaran).  Jika kerusakan tersebut selanjutnya berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan manusia, maka hal ini memenuhi atau melampaui batasan ekonomi pencemaran.  Batasan ekonomi pencemaran, mensyaratkan dua hal yaitu terjadinya pengaruh fisik terhadap lingkungan dan reaksi manusia terhadap pengaruh fisik yang bersangkutan.  Dalam bahasa ekonomi, telah terjadi kerugian (berkurang kesejahteraan) yang tidak terkompensasi karena adanya biaya eksternal yang berkaitan dengan disposal limbah ke media lingkungan yang melahirkan biaya social yang harus ditanggung masyarakat (Turner, Pearce dan Bateman, 1994).
 
Dasar pemikiran inilah yang mengharuskan untuk tidak mengabaikan pencemaran secara ekonomi (ekonomi pencemaran).  Karena bisa jadi suatu produk yang dihasilkan dari proses produksi ekonomi memiliki nilai dampak yang lebih tinggi dibanding harga barang itu sendiri.

Tulisan ini tidak hendak berpretensi untuk mengevaluasi pembangunan yang telah dan sedang berlangsung.  Tidak pula hendak mengurai secara detail bagaimana pencemaran itu lahir dari proses ekonomi pembangunan lalu merumuskan solusi konfrehensif atasnya.  Karena ruang dan waktu yang terbatas, setidaknya tulisan ini hendak mencapai: pertama, Memperkenalkan pendekatan ekonomi ekologi secara singkat untuk mengatasi masalah limbah dan pencemaran lingkungan. Kedua, Terbangunnya kesadaran kolektif tentang keberlanjutan lingkungan hidup dan tidak mengabaikan masalah lingkungan atau hanya menganggapnya sebagai pelengkap semata dari pembangunan. Dalam konteks tulisan ini pula, tidak dibedakan penafsiran antara limbah, sampah dan emisi. Maka dari sini, Pencemaran adalah konsekuensi dari adanya limbah, dimana pencemaran menjelaskan suatu kondisi jumlah dan kualitas limbah telah melewati standar baku mutu atau daya dukung lingkungan.


LIMBAH, POLUSI, SAMPAH

Ada beberapa pendapat tentang definisi sampah atau limbah.  Soewedo   (1983) menyatakan bahwa sampah atau limbah adalah bagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan yang biologis.  Sementara itu Suparmoko (1997) menyatakan bahwa sampah merupakan benda yang tidak dipakai lagi yang berasal dari berbagai lingkungan pemukimsn pertanian, industri dan sebagainya.  Menurut Tchobanoglous dkk, (1993) sampah adalah segala buangan padat atau semi padat yang dihasilkan dari aktivitas manusia atau hewan yang dibuang karena tak diinginkan atau digunakan lagi. Undang-Undang No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menjelaskan bahwa sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.  Undang-Undang ini membagi sampah berdasarkan sumbernya yakni sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga dan sampah spesifik (Fahimuddin, dalam Darmawan, 2012)

Polusi akibat industri (sumber)
Kemudian definisi polusi yang banyak digunakan adalah definisi menurut Holdgate (1979, Hal. 17). Zat atau energi yang disebarkan oleh manusia ke lingkungan yang menyebabkan gangguan kesehatan manusia, membahayakan sumber daya hidup dan sistem ekologi, kerusakan struktur atau kemudahan, atau gangguan dengan penggunaan dari lingkungan.

Dari sini dapat dipahami pula bahwa karena sampah merupakan konsep buatan manusia, sebagai konsekuensi dari proses produksi maka sampah tidak terbentuk secara alami.  Sampah tidak dapat dipandang atau dipahami sebagai suatu gejala alam yang sifatnya mengikuti hukum alam yang ada. Hadirnya sampah tidak dapat disamakan dengan gejala alam yang lain seperti gunung meletus ataupun gempa bumi.  Sampah harus dipahami sebagai gejala kemanusiaan.  Sehingga gejala alam yang terjadi (sehubungan dengan sampah) dapat dipahami secara tidak normal (gejala kemanusiaan) ketika terjadi karena diakibatkan oleh sampah.  Misalnya  banjir yang diakibatkan oleh adanya sampah mesti dipandang sebagai gejala kemanusiaan bukan gejala alam (Fahimuddin, dalam Darmawan, 2012).

Akar penyebab pencemaran terletak pada meningkatnya ketegangan antara populasi global kita, dan harapan kita yang meningkat dalam hal standar hidup, dan kegagalan kita untuk membayar perhatian yang tepat untuk ide-ide yang dirumuskan dalam 'Tragedy of Commons'. Selama berabad-abad kita telah menggunakan sumber daya Global seperti udara, air dan tanah, sebagai 'tempat sampah' untuk limbah manusia (Hardin, 1968).

Tumpukan sampah (sumber)
Dalam kegiatan ekonomi, produksi dan konsumsi suatu barang dapat menimbulkan manfaat atau menghasilkan produk yang bernilai guna pada pemiliknya atau pada orang lain. Tetapi sebaliknya juga dapat menghasilkan dampak yang merugikan atau menurunkan daya guna bagi orang lain. Keadaan dimana suatu proses dapat menimbulkan manfaat maupun kerugian pada orang lain disebut eksternalitas (Grafton, et al., 2004).

Dalam konsep ekonomi, pencemaran merupakan suatu eksternalitas yang terjadi bila satu atau lebih individu mengalami atau menderita kerugian berupa hilangnya kesejahteraan mereka (Monke dan Pearson, 1989). Meskipun setiap kegiatan ekonomi dapat menimbulkan eksternalitas, ahli ekonomi tidak merekomendasikan untuk menghilangkan eksternalitas. Hal ini karena ekternalitas optimal tidak harus sama dengan nol. Pandangan bahwa bebas externalitas bukan merupakan keputusan yang optimal, dapat dijelaskan dengan dua hal, yaitu: pada dasarnya lingkungan itu cenderung memiliki kemampuan asimilatif sehingga pada tingkat pencemaran tertentu, lingkungan masih dapat mengatasi secara alamiah; dan kenyataan menunjukkan bahwa pada tingkat tertentu, kegiatan ekonomi masih mampu mengatasi persoalan pencemaran ini dengan menggunakan teknologi pembersih limbah (Turner dan Pearce, 1991).

Pembangunan berkelanjutan sebagai proses peningkatan kesejahteraan masyarakat luas suatu bangsa secara terus-menerus dan dalam kurun waktu yang mencakup antar generasi.  Dalam ekonomi, keberlanjutan pembangunan menunjuk pada kemampuan untuk tumbuh dan berubah secara terus-menerus agar masyarakat  dapat menikmati tingkat kesejahteraan yang sekurang-kurangnya sama dari waktu ke waktu dan dari satu generasi ke generasi berikutnya.  Dalam upaya mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, sedikitnya ada tiga komponen keberlanjutan yang harus dicapai secara simultan untuk mewujudkan kondisi pembangunan yang berkelanjutan.  Ketiga komponen itu ialah keberlanjutan ekonomi (economic sustainability), keberlanjutan ekologi (ecology sustainability) dan keberlanjutan social (social sustainability) (Ahmad, 1992).

Dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan tersebut perlu adanya formulasi konsep pembangunan yang merefleksikan ketiga komponen diatas.  Salah satu upaya tersebut adalah dengan tidak mengabaikan faktor pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh adanya polutan, sampah atau limbah ke dalam perencanaan pembangunan.  Dalam analisis ini ada tiga hal yang akan diulas secara singkat yaitu biaya preventif pencemaran, biaya eksternalitas dan konsekuaensinya terhadap harga.


BIAYA PREVENTIF PENCEMARAN

Dalam situs Wikipedia biaya preventif pencemaran disebut dengan Biaya Pencegahan Polusi. Biaya pencegahan polusi adalah biaya yang dikeluarkan baik oleh perusahaan atau perorangan, dan/atau pemerintah untuk mencegah sebagian atau keseluruhan polusi. Dalam konteks ini, biaya pencegahan polusi yang dikeluarkan untuk menghindari polusi nilainya sama dengan kerusakan kesejahteraan masyarakat akibat polusi apabila biaya ini tidak dikeluarkan oleh perusahaan/perorangan/pemerintah.

Biaya preventif pencemaran ditekankan pada upaya untuk mencegah munculnya pencemaran pada proses pembangunan atau paling tidak mencegah terjadinya eskalasi dari pencemaran yang muncul.  Dokumen perencanaan pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah menjadi penting untuk diperhatikan karena dari proses penyusunan dokumen perencanaan akan dapat diidentifikasi sejak dini dimana dan apa saja dari proses pembangunan yang akan memicu munculnya sumber-sumber pencemaran.  Aplikasi biaya preventif pencemaran tidak hanya dapat diterapkan dalam perencanaan pembangunan Negara ataupun daerah.  Namun prinsip-prinsipnya dapat pula diterapkan dalam dokumen perusahaan.

Ilustrasi (sumber)
Biaya preventif pencemaran meniscayakan adanya inovasi tekhnologi.  Tekhnologi dalam proses ini menjadi domain utama dalam pembiayaan preventif pencemaran.  Penekanan penggunaan inovasi tekhnologi sebagai instrumen untuk pelaksanaan pembangunan yang efisien dan efektif.  Artinya efisiensi dan efektifitas tekhnologi tersebut diukur dari seberapa besar jumlah pencemaran yang tidak dihasilkan.  Atau dengan kata lain indikator keberhasilan dari pembangunan salah satunya adalah kemampuan untuk tidak menghasilkan pencemaran dalam proses pembangunan.

BIAYA EKSTERNALITAS

Ekternalitas terjadi bila suatu kegiatan menimbulkan manfaat atau biaya bagi kegiatan atau pihak diluar pelaksanaan kegiatan tersebut.  Eksternalitas dalam biaya inilah yang disebut pula sebagai biaya sosial.  Perbincangan mengenai biaya sosial ini sesungguhnya berkaitan dengan masalah pencemaran lingkungan yang sebagai akibatnya adalah kerusakan lingkungan hidup yang dapat dianggap sebagai biaya pembangunan ekonomi (Soeparmoko, 1989).

Dampak yang dituju oleh kegiatan ekonomi tetapi dirasakan pihak selain pelaku disebut eksternalitas (externalities). Konsumen dan produsen tidak memasukkan eksternalitas ini, baik yang positif maupun yang negative sebagai keuntungan atau biaya dari kegiatan ekonomi yang dilakukannya.  Di dalam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dikenal istilah eksternalitas ekonomi (economic externalities), eksternalitas ekologi (ecology externalities) dan eksternalitas sosial (social externalities). Selain itu, teori ekonomi juga menawarkan alternative bagi pengelolaan imbas-pengaruh kegiatan ekonomi (impact and incident) juga mencakup bahkan menekankan peran manusia sebagai actor atau pelaku kegiatan ekonomi (Ahmad, 1992).

(sumber)
Mengingat nilai kerusakan lingkungan ini tidak diperhitungkan oleh pelaku ekonomi dalam melakukan kegiatannya maka kondisi semacam ini akan mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan secara terus menerus (Howe, 1976).  Dalam rangka membangun  sistem ekonomi yang efisien dan berwawasan lingkungan, maka setiap kegiatan ekonomi seharusnya melakukan proses yang dikenal dengan internalizing external costs yaitu memperhitungkan biaya lingkungan atau nilai kerugian yang diderita oleh pihak lain sebagai salah satu komponen biaya produksi.

Antara biaya preventif pencemaran dan pada biaya eksternalitas sama-sama memberikan sensitifitas yang tinggi terhadap munculnya pencemaran dan dimasukkan dalam biaya produksi.  Hanya saja, biaya eksternalitas seolah memaklumkan munculnya pencemaran lingkungan dan kemudian “mengobati” atau mengatasi pencemaran tersebut melalui biaya eksternalitas.

Kedua biaya tersebut bukan berarti tidak memberikan konsekuensi.  Secara umum, dapat mempengaruhi kondisi ekonomi makro karena berpotensi untuk mendorong peningkatan harga produk sebagai hasil dari proses produksi. Karena faktanya dalam praktek kehidupan sehari-hari, harga ditentukan melalui mekanisme pasar. Yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa harga yang dimaksud pada umumnya hanya mencakup biaya produksi, distribusi, promosi dan administrasi. Sementara kerusakan lingkungan yang mungkin ditimbulkan (misalnya berupa pencemaran) akibat dari proses produksi barang tersebut tidak pernah diperhitungkan. Sebagai contoh, hampir semua perusahaan tidak memasukkan biaya pencemaran ke dalam sistem akuntansinya meskipun telah mengeluarkan limbah yang mencemari lingkungan. Akibatnya, harga yang berlaku di pasaran terlalu rendah dibandingkan harga yang seharusnya diterapkan.

Peningkatan harga produk tentu dapat mendorong penyesuaian harga-harga yang lain serta mendorong terjadinya inflasi.  Bisa jadi, peningkatan harga produk akan dianggap sebagai bentuk ketidakadilan ekonomi karena konsumen harus menanggung biaya pencemaran yang tidak dilakukannya.  Dalam konteks pemerintah, akan mendorong peningkatan jumlah subsidi pada sector pembangunan tertentu namun disisi lain adanya peningkatan bea cukai atau pajak pada sector lainnya. 
 
***** 

Pripsip dasar dalam dunia kesehatan adalah tindakan pencegahan munculnya penyakit (preventif) jauh lebih penting dan diutamankan ketimbang tindakan penyembuhan (kuratif).  Demikian pula masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh adanya sampah, limbah atau polutan.  Tindakan preventif ini tidak hanya dilakukan pada skala rumah tangga namun pada skala yang lebih besar seperti kawasan industri atau proses pembangunan lainnya.  Tindakan preventif pencemaran membutuhkan inovasi tekhnologi yang lebih baik untuk menghindari munculnya sumber pencemaran.  Bertindak untuk tidak menghasilkan pencemaran sama halnya dengan menginvestasikan kebaikan pada kehidupan mendatang.  Menyelamatkan kehidupan anak cucu kita.

Bogor, 14 September 2013